BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
I.
KONSEP MEDIS
A.
ANATOMI FISIOLOGI
Susunan saluran pencernaan terdiri dari
: Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung),
intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan
anus.
Pada kasus thypus abdominalis, salmonella typi berkembang biak di
usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum,
panjangnya ± 6 cm, merupakan saluran paling
panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri
dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus
12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari,
panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri.
Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran
pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar
brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang
sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas
adalah yeyenum dengan panjang ± 23 meter dari
ileum dengan panjang 4–5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk
kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan
seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium
ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus. Permukaan
epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan
pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa
yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi
oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan
enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
Didalam dinding mukosa terdapat
berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat
beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di
dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk
tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang
panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar
ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus
(tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam
membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada
yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000)
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan
seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh
kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus.
Sebuah vili berisis lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang
diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi
oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus
maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam
lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh
kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami
beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
·
Menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran
limfe.
·
Menyerap protein dalam bentuk
asam amino.
·
Karbohidrat diserap dalam betuk
monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar
yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan:
·
Enterokinase, mengaktifkan enzim
proteolitik.
·
Eripsin menyempurnakan pencernaan
protein menjadi asam amino:
·
Laktase mengubah laktase menjadi
monosakarida.
·
Maltosa mengubah maltosa menjadi
monosakarida
·
Sukrosa mengubah sukrosa menjadi
monosakarida
B.
DEFENISI
Typhus abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan
oleh kuman SalmonellaTyphosa, Salmonella Paratyphi A, B dan C. yang menyerang
usus halus khususnya daerah illeum. Penyakit ini termasuk penyakit tropik yang
sangat berhubungan erat dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Dapat
dengan mudah berpindah ke orang lain melalui Fecal Oral, artinya kuman
Salmonella yang ada pada pada feses penderita atau karier mengkontaminasi
makanan atau minuman orang sehat
Typhoid adalah penyakit infeksi
sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine
dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para
thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada
usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan
para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus
yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat
disimpulkan sebagai berikut,Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau
lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir
selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
C.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
Typhosa, basil gram negatif, berflagel, anaerob, dan tidak menghasilkan spora.
Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu
yanng lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 700C maupun oleh
antiseptik.
Salmonella Typhosa memiliki 3 macam antigen, yaitu:
·
antigen O (Ohhne Hauch): merupakan polisakarida yang
sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan
juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
·
antigen H : terdapat pada flagella dan
bersifat termolabi
·
antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi
tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
D.
PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat
ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan),
Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid
dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid,
karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari
jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma,
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak
bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
ü Demam lebih dari 7 hari.
Pada kasus-kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
ü Gangguan saluran
pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue,
lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerehan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan disertai nyeri tekan.
Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang diare, mual, muntah, tapi
kembung jarang.
ü Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran
penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen.
Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
ü Pada punggung
terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).
ü Epitaksis
F.
KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
Ø usus halus
umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu:
Perdarahan usus.
Diagnosis
dapat ditegakkan dengan:
o Penurunan TD dan suhu
tubuh
o Denyut nadi bertambah
cepat dan kecil
o Kulit pucat
o Penderita mengeluh
nyeri perut dan sangat iritabel
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau
setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
o Nyeri perut hebat
o Kembung
o Dinding abdomen
tegang (defense musulair)
o Nyeri tekan
o TD menurun
o Suara bising usus
melemah dan pekak hati berkurang.
o Pada pemeriksaan
darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
Ø Komplikasi diluar
usus halus:
o Bronkitis. Terjadi pada
akhir minggu pertama.
o Bronkopneumonia.
Kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder.
o Kolesistitis.
o Tifoid ensefalopati.
Gejala: kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi.
o Meningitis. Gejala:
bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan
neurologis.
o Miokarditis
o Karier kronik
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan
typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
v Pemeriksaan
leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
v Pemeriksaan SGOT
DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid
seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
v Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu
menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup
kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
§
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
§
Saat pemeriksaan selama perjalanan
Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
§
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
§
Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
v Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi
aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
§
Aglutinin O, yang dibuat karena
rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
§
Aglutinin H, yang dibuat karena
rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
§
Aglutinin Vi, yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji
widal :
§
Faktor yang berhubungan dengan klien :
-
Keadaan umum : gizi buruk dapat
menghambat pembentukan antibodi.
-
Saat pemeriksaan selama perjalanan
penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
-
Penyakit – penyakit tertentu : ada
beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat
menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
-
Pengobatan dini dengan antibiotika :
pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
-
Obat-obatan imunosupresif atau
kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan
antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
-
Vaksinasi dengan kotipa atau tipa :
seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H
dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi
kurang mempunyai nilai diagnostik.
-
Infeksi klien dengan klinis/subklinis
oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang
positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
-
Reaksi anamnesa : keadaan dimana
terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit
infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
salmonella di masa lalu.
§
Faktor-faktor Teknis
-
Aglutinasi silang : beberapa spesies
salmonella dapat mengandung
antigen O dan H
yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
-
Konsentrasi suspensi antigen :
konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
-
Strain salmonella yang digunakan untuk
suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi
suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari
strain lain.
H.
PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah,
rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
I.
PENATALAKSANAAN
Ø Perawatan
-
Penderita perlu
dirawat di RS untuk diisolasi, observasi, dan pengobatan.
-
Harus istirahat
o
5-7
hari bebas demam
o
14
hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus
-
Mobilisasi bertahap, sesuai kondisi.
-
Bila kesadran menurun harus diobservasi agar tidak terjadi
aspirasi dan komplikasi yang lain.
Ø Diet
-
makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
(TKTP).
-
Bahan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang,
dan menimbulkan gas.
-
Susu 2 kali sehari
perlu diberikan.
-
Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan
makanan lunak.
Ø Obat-obatan
-
Kloramfenikol: 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis,
dengan dosis maksimum 2 g/hari, diberikan sampai 3 hari bebas panas, minimal
diberikan 7 hari.
-
Clotrimoxazol:(pilihan lain kloramfenikol) 6 mg Trimetoprim,
30 mg Sulfometoksazol/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan sampai 3 hari
bebas panas.
-
Ampisilin dan amoksisilin:merupakan derivat penisilin
untuk pasien yang resistan terhadap kloramfenikol.
-
Antipiretik seperlunya
-
Vitamin B kompleks dan vitamin C
II.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
ü Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien
masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
ü Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah sudah
pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
ü Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada
dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
ü Riwayat Psikososial
Intrapersonal :
perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal :
hubungan dengan orang lain.
ü Pola Fungsi kesehatan
ü Pola nutrisi dan metabolisme :
-
Biasanya nafsu makan klien berkurang
karena terjadi gangguan pada usus halus.
-
Pola istirahat dan tidur
-
Selama sakit pasien merasa tidak
dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah,
kadang diare.
ü Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran dan keadaan umum pasien
o Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis –
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
o Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
o TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan.
B.
Diagnosa keperawatan
1.
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi
kuman Salmonella typhi
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
3.
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)
sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
4.
Kecemasan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
BAB II
DOKUMENTASI
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS
THYPUS ABDOMINALIS
Kasus:
Anak. A laki-laki umur 11 tahun masuk Rumah
Sakit diantar oleh orang tuanya dengan keluhan demam, sakit kepala,
pusing.keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu.berdasarkan hasil pengkajian
fisik diperoleh.TTV;TD:80/60mmHg;Nadi:100x/menit,Pernapasan:25x/menit,Suhu:38,5
0C.keadaan umum lemah,dengan kesadaran compos mentis.pemeriksaan uji
widal positif(+).
A.
Pengkajian
I.
DATA
UMUM
a.
Identitas anak
-
Nama : An. A
-
Umur : 11 tahun
-
Jenis kelamin : Perempuan
-
Agama : Islam
b.
Data Ayah
-
Nama ayah : Tn. A
-
Umur : 35 tahun
-
Pekerjaan : Petani
-
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
-
Agama : Islam
-
Alamat : Jl.Damai
c.
Data Ibu
-
Nama : Ny. B
-
Umur : 30 tahun
-
Pekerjaan : IRT
-
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
-
Agama : Islam
-
Alamat : Jl.Damai
II.
Riwayat
Kehamilan/Persalinan Ibu
i.
Prenatal
a.
Tidak ada keluhan ibu selama
kehamilan.
b.
Ibu memeriksakan diri secara
teratur.
c.
Obat yang diberikan selama
hamil adalah tablet Fe.
d.
Lamanya hamil adalah 9 bulan.
ii.
Natal
a.
Tempat persalinan
RS.
b.
Anak lahir spontan dan segera
menangis.
c.
Tidak ada riwayat trauma.
d.
Tidak ada tindakan khusus yang
dilakukan.
iii.
Post Natal
a.
Riwayat nifas baik, keadaan ibu
baik.
b.
Keadaan bayi baik.
c.
Pengawasan neonatal selama 2
jam di ruang bersalin dan dilanjutkan rawat gabung di ruang nifas.
III.
Riwayat
Pertumbuhan dan Perkembangan
i.
Riwayat kelahiran
a.
Berat badan lahir : 3400
gram
b.
Panjang badan lahir : 50 cm
c.
Imunisasi dasar
-
BCG : diberikan pada
umur 1 bulan dengan frekuensi 1 kali.
-
DPT : diberikan pada
umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan frekuensi 3 kali.
-
Polio : diberikan pada umur
2 bulan, 3 bulan.
-
Campak : diberikan pada umur 9
bulan, frekuensi 1 kali.
-
Hepatitis : diberikan
pada umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, frekuensi 3 kali.
d.
Tidak ada riwayat alergi
terhadap makanan dan obat.
e.
Tidak ada riwayat trauma.
IV.
RIWAYAT
KESEHATAN
i.
Riwayat kesehatan
sekarang
a.
Keluhan utama : Demam
b.
Riwayat keluhan utama
:
klien mengalami demam
sekaj 2 hari yang lau.klien minum obat penurun demam tapi tidak ada
perubahan.akhirnya keluarga membawanya ke rumah sakit dan dokter memutuskan
untuk di opname.
-
Sifat keluhan : terus
menerus
-
Lokasi dan
penyebarannya : Seluruh tubuh.
-
Hal-hal yang
meringankan : Pada saat istirahat.
-
Hal-hal yang
memberatkan pada saat beraktivitas.
ii.
Riwayat kesehatan
masa lalu
a.
Klien biasa demam di
rumah
b.
Klien tidak mempunyai
riwayat alergi.
c.
Klien tidak pernah
dirawat di RS sebelumnya
d.
Riwayat imunisasi
lengkap
iii.
Riwayat kesehatan
keluarga
Genogram 3 generasi
Keterangan
:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal serumah
: Meninggal
-
Tidak ada anggota
keluarga menderita penyakit keturunan
-
Nenek meninggal pada
usia lanjut tidak diketahui penyebabnya secara medis.
V.
PEMERIKSAAN
FISIK
i.
Status kesehatan :
Keadaan sakit sedang, klien nampak lemah.
*
Kesadaran :
Composmentis.
*
TB : 136 cm
*
BB : Tidak dikaji
karena pasien bedrest, klien tampak kurus.
*
Tanda-tanda vital :
-
TD : 80/60 mmHg
-
Nadi : 100
x/menit
-
Pernapasan : 25
x/menit
-
Suhu : 38,5
0C
ii.
Keadaan kulit
Inspeksi
-
Tidak ada lesi.
-
Nampak kulit bersih.
-
Tidak ada kelainan
pada kulit.
-
Klien mengatakan
badannya panas.
Palpasi :
-
Kulit teraba panas.
-
Turgor kulit elastis.
iii.
Kepala
Inspeksi :
-
Bentuk kepala
simetris kiri/kanan.
-
Penyebaran rambut
merata ombak dan hitam.
-
Tidak berketombe.
-
Tidak ada
luka/benjolan.
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri
tekan.
-
Tidak teraba
massa/tumor.
-
Rambut tidak mudah
rontok.
iv.
Muka
Inspeksi :
-
Bentuk wajah lonjong.
-
Tidak nampak edema.
-
Ekspresi wajah nampak
murung.
-
Muka nampak kemerahan
-
Klien nampak kusut
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri
tekan.
v.
Mata
Inspeksi :
-
Penyebaran bulu alis
lebat dan merata.
-
Penyebaran bulu alis
merata dan lurus.
-
Tidak nampak edema
pada palpebra.
-
Conjungtiva merah
muda.
-
Sklera tidak icterus.
-
Tidak ada penonjolan
bola mata.
-
Pupil : isokor/mengecil
bila ada cahaya.
-
Gerakan bola mata
dapat mengikuti gerakan tangan.
-
Mata nampak merah
Palpasi :
-
Tidak ada peningkatan
tekanan intraokuler.
-
Tidak ada nyeri
tekan.
vi.
Hidung
Inspeksi :
-
Tidak nampak deviasi
septum
-
Tidak nampak
pembesaran sinus
-
Tidak ada polip
-
Warna mukosa merah
muda
-
Fungsi penciuman :
dapat mencium bau.
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri tekan
-
Tidak teraba
massa/tumor
vii.
Telinga
Inspeksi :
-
Simetris telinga
bagian luar kiri/kanan
-
Tidak ada
serumen/cairan
-
Tidak memakai alat
bantu
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri tekan
pada daerah mastoid.
viii.
Mulut dan tenggorokan
Inspeksi :
a.
Mulut
:
-
Bibir
tidak cyanosis
-
Bibir
nampak kering dan pecah -pecah
b.
Lidah
nampak kotor berwarna keputihan
c.
Gigi
:
-
Jumlah gigi 28 buah.
-
Tidak memakai gigi
palsu
-
Tidak ada caries
-
Gigi nampak bersih.
d.
Gusi
-
Warna merah muda
-
Tidak ada peradangan
-
Ovula menggantung di
tengah
-
Tonsil tidak meradang
-
Tidak ada kesulitan
untuk menelan
ix.
Leher
Inspeksi :
-
Tidak nampak
pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
-
Tidak nampak
pembesaran vena jugularis.
Palpasi :
-
Tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
-
Tidak teraba
pembesaran vena jugularis
-
Tidak teraba
massa/tumor
x.
Dada dan paru-paru
Inspeksi :
-
Bentuk dada simetris
kiri/kanan
-
Pengembangan dada
mengikuti irama pernafasan
-
Frekwensi pernafasan
25x/menit
-
Irama pernafasan
reguler
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri tekan
-
Vokal fremitus
getarannya seimbang kiri/kanan
xi.
Jantung
Inspeksi :
-
Ictus cordis nampak
pada ICS IV dan V midclavicula
Palpasi :
-
Denyutan apeks teraba
pada ICS IV dan V midclavicula, denyutannya teratur.
Perkusi :
-
Pekak pada ICS II dan
V linea midclavicula
Auskultasi :
-
Bunyi jantung I
reguler dan murni pada ICS IV mitral dan ICS V trikuspidalis kiri.
-
Bunyi jantung II
reguler dan murni pada ICS II kiri, penutupan katup pulmo.
-
Bunyi jantung II
redup dan murni pada ICS II kanan penutupan katup aorta.
-
Tidak ada bunyi
tambahan.
xii.
Abdomen
Inspeksi :
-
Warna kulit sama
dengan sekitarnya.
-
Umbilikus tidak
menonjol keluar
-
Tidak ada lesi
-
Gerakan abdomen
mengikuti irama pernafasan.
Auskultasi :
-
Peristaltik usus
4x/menit
-
Gerakan vesikuler
kuat
Perkusi :
-
Tympani pada daerah
epigastrium
-
Redup pada kuadran
kanan atas diatas area hati.
Palpasi :
-
Tidak ada nyeri tekan
-
Tidak teraba
massa/tumor
-
Tidak teraba
pembesaran hepar
xiii.
Genetalia dan anus
-
Tidak ada kelainan
xiv.
Ekstremitas
a.
Ekstremitas atas :
Motorik
:
-
Simetris kiri/kanan
-
Terpasang infus RL 18
tetes/menit pada lengan kiri.
-
Tidak ada oedema
-
Tidak nampak
atropi/hypertropi
-
Kelemahan otot mampu
dengan tenaga dorong
-
Koordinasi mampu
menahan kedua lengan secara bersamaan dengan baik.
Refleks :
-
Biceps kiri/kanan : +/+
-
Trices kiri/kanan : +/+
Sensori :
-
Rangsangan suhu dapat
membedakan panas dan dingin
-
Rasa raba : Dapat
membedakan kasar dan halus.
b.
Ekstremitas bawah :
Motorik
:
-
Simetris kiri/kanan
-
Tidak ada oedema
-
Tidak ada
atropi/hypertropi
-
Kekuatan otot mempu
dengan tenaga dorong
-
Gaya berjalan sulit
dinilai.
Refleks :
-
Patella kiri/kanan : +/+
-
Achilles kiri/kanan : +/+
-
Babinsky : - / -
Sensori :
-
Tidak ada nyeri tekan
-
Rangsangan suhu :
dapat membedakan panas dan dingin
-
Rasa raba : dapat
membedakan yang kasar dan halus
VI.
STATUS
NEUROLOGIS
-
Memory : Mampu
mengingat masa lalu dengan baik.
-
Orientasi : Mampu
mengingat tempat dan orang yang ada di sekitarnya.
-
Sensori : Dapat
merasakan sakit bila dicubit.
-
Motorik : Pergerakan
baik
-
Dapat mengangkat bahu
bila ada perintah
-
Dapat memalingkan
kepala ke segala arah.
VII.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
laboratorium Normal
HB : 11 gr% (11 – 16 gr%)
Leukosit : 14. 500/mm3 (6000 – 10.000/mm3)
Trombocyte : 90.000/mm3 (150.000 – 400.000/mm3)
BBS : 6/jam (0 – 20/jam)
Widal : (+) Positif (Negatif)
VIII.
POLA
KEGIATAN SEHARI-HARI
NO
|
JENIS KEGIATAN
|
SEBELUM SAKIT
|
SELAMA SAKIT
|
1
|
Nutrisi
-
Kebiasaan
pola makan
-
Frekwensi
-
Nafsu makan
-
Makanan
pantang
-
Makanan
kesukaan
-
Minuman yang
disukai
-
Banyaknya
minum
|
Nasi, lauk, sayur,
buah
3 x/hari
Baik
Tidak ada
bakso
Air putih
7 – 8 gelas/hari
|
Klien mengatakan
tidak ada nafsu ma-kan.
Klien mengatakan
merasa mual
Keluarga
mengata-kan porsi makan ti-dak dihabiskan(3/4)
Porsi makan tidak
dihabiskan (3/4 porsi)
|
2
|
Eliminasi
a. Bak
-
Frekuensi
-
Warna
-
Jumlah
-
Bau
b. Bab
-
Frekuensi
-
Warna
-
Konsistensi
|
Kuning
Tidak diketahui
Amoniak
1 x/hari
Kuning
Padat – lembek
|
Kuning
Tidak diukur
Amoniak
-
keluarga
menga-takan klien sudah 6 hari tidak bab.
|
3
|
Olah raga dan
aktivitas
-
Jalan pagi
|
Tidak teratur
|
Klien bedrest di
tempat tidur.
|
4
|
Personal hygiene
-
Mandi
-
Gosok gigi
-
Cuci rambut
-
Ganti
pakaian
|
2 x/hari
2 x/hari
3 x/minggu
2x/hari
|
Tidak pernah,
ha-nya dilap basah oleh ibunya.
|
IX.
POLA
INTERAKSI SOSIAL
-
Orang yang terpenting
adalah ibunya.
-
Klien mudah mendapat
teman
-
Interaksi dalam
keluarga harmonis
-
Interaksi dengan
petugas kesehatan baik.
X.
STATUS
KESEHATAN SOSIAL
-
Klien tinggal di rumah
panggung
-
Kamar sesuai dengan
jumlah kebutuhan penghuni.
-
Tidak banjir pada
musim hujan.
-
Tidak ada anggota
keluarga yang merokok
XI.
KEADAAN
PSIKOLOGIS SELAMA SAKIT
1.
Klien berharap cepat
sembuh
2.
Klien mengatakan
tidak tahu tentang penyakitnya
3.
Klien mengatakan
sangat mengkhawatirkan tentang penyakitnya.
4.
Klien sering bertanya
tentang penyakitnya.
XII.
SPIRITUAL
Klien
rajin mengaji, shalat lima waktu belum teratur.
XIII.
PERAWATAN
DAN PENGOBATAN
1.
IVFD RL : Dex 5 % 1 :
1 18 tetes/menit
2.
Ampicillin 500 mg/6
jam/iv
3.
Antrain ½ ampul/8
jam/iv
4.
Dextromex 3 x 1 cth
5.
Kloramfenikol 3 x 500
mg.
KLASIFIKASI DATA
Data Subyektif
-
Klien mengatakan
badannya panas
-
Keluarga mengatakan
klien sudah 6 hari tidak BAB
-
Klien mengatakan
tidak ada nafsu makan
-
Klien mengatakan
susah tidur
-
Klien berharap cepat
sembuh
-
Klien mengatakan
tidak tahu dengan penyakitnya.
-
Klien mengatakan
khawatir tentang penyakitnya.
Data Obyektif
-
TTV :
T : 80/60 mmHg
N : 100 x/menit
S : 38,5 0 C
P : 25 x/menit
-
Muka nampak merah
-
Leukosit 14.500/mm3
-
Widal (+)
-
Pristaltik usus 4
kali/menit
-
Klien nampak lemah
-
Klien nampak kurus
-
Prosi tidak
dihabiskan ¾ porsi
-
Klien nampak kusut
-
Bibir nampak kering
dan pecah – pecah.
-
Lidah kotor
ANALISA DATA
PRIORITAS MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi pada usus ditandai dengan :
DS :
-
Klien mengatakan
badannya panas.
-
Bibir nampak kering
dan pecah - pecah
DO :
-
Suhu badan 38,5 0
C
-
Leukosit 14.500/mm3
-
Widal (+)
2.
Konstipasi
berhubungan dengan penurunan motilitas usus ditandai dengan :
DS :
-
Keluarga mengatakan
klien sudah 6 hari tidak bab
DO :
-
Pristaltik usus
4x/menit
3.
Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
ditandai dengan :
DS :
-
Klien mengatakan
tidak ada nafsu makan
-
Klien mengatakan
merasa mual
-
Keluarga klien
mengatakan porsi tidak dihabiskan (3/4 porsi)
DO :
-
Klien nampak lemah
-
Klien nampak kurus
-
Porsi tidak
dihabiskan ¾ porsi.
-
Lidah kotor
4.
Gangguan pemenuhan
istirahat tidur berhubungan dengan stimulus eksternal yang tinggi ditandai
dengan :
DS :
-
Klien mengatakan
susah tidur
-
Keluarga mengatakan
klien tidur hanya ±
4 jam semalam
DO :
-
Mata nampak merah
-
Klien nampak kusut
5.
Kecemasan berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya ditandai dengan :
DS :
-
Klien berharap cepat
sembuh
-
Klien mengatakan
tidak tahu dengan penyakitnya
-
Klien mengatakan
khawatir tentang penyakitnya
DO : TTV :
TD : 80/60
mmHg N : 100 x/menit
S : 38,5
0C P : 25
x/menit
C.INTERVENSI
KEPERAWATAN
DX
|
TUJUAN/
KRITERIA
HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Tujuan:
suhu tubuh turun sampai batas
normal
Criteria hasil:
ü Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
ü Klien bebas demam
|
ü Bina hubungan baik
dengan klien dan keluarga
ü Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es
atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
ü Peningkatan kalori
dan beri banyak minuman (cairan)
ü Anjurkan memakai
baju tipis yang menyerap keringat.
ü Observasi tanda-tanda
vital terutama suhu dan denyut nadi
ü Kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
|
ü Dengan hubungan
yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan
perawatan mudah dilaksanakan.
ü Pemberian kompres
dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
ü Air merupakan
pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.
ü Baju yang tipis
akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
ü Observasi
tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui komplikasi yang
terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
ü Pemberian
obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh.
|
ü Membina hubungan
baik dengan klien dan keluarga
ü Memberikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai
es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
ü Peningkatan kalori
dan beri banyak minuman (cairan)
ü Menganjurkan
memakai baju tipis yang menyerap keringat.
ü Mengobservasi
tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
ü Kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
|
2
|
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai
kebutuhan
Criteria hasil:
ü Nafsu makan baik
ü KU baik
ü Porsi makan dihabiskan
ü Lidah tidak kotor
|
ü Kaji pola makan klien
ü Beri bubur saring
ü Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
ü Jelaskan tentang pentingnya makanan
untuk proses penyembuhan
|
ü Dengan mengkaji pola makan klien
maka seorang perawat dapat mengetahui kebiasaan makan klien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya
ü Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi hidup tubuh dan untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus.
ü Pemberian makanan sedikit tapi
sering dapat mengurangi kejenuhan klien dan memberi kesempatan pada usus
untuk mengabsorbsi makanan yang lebih banyak
ü
Makanan penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta membantu proses
penyembuhan
|
ü Mengkaji pola makan klien
ü Memberikan bubur saring
ü Menganjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
ü Menjelaskan tentang pentingnya makanan
untuk proses penyembuhan
|
3
|
Tujuan: kekurangan cairan dapat
tertasi
Criteria hasil:
ü Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
ü Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam
batas normal.
|
ü Monitor intake atau
output tiap 6 jam
ü Beri cairan (minum
banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
ü Masukan cairan
diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus
ü Hindarkan sebagian
besar gula alkohol, kafein.
ü Timbang berat badan
secara efektif.
ü Kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian cairan secara intravena.
|
ü Pemenuhan cairan
(input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini
terhadap keseimbangan cairan.
ü Cairan yang
terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
ü Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk
memekatkan urine.
ü Gula, alkohol dan
kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan
dehidrasi.
ü Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan,
5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang
ü Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen)
sebaik-baiknya.
|
ü Memonitor intake
atau output tiap 6 jam
ü Memberi cairan
(minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
ü Memasukan cairan
diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus
ü Menghindarkan
sebagian besar gula alkohol, kafein.
ü Menimbang berat
badan secara efektif.
ü Berkolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena
|
4
|
Tujuan:
cemas berkurang atau hilang
Criteria hasil:
ü Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.
ü Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya
|
ü Beri penjelasan
pada klien tentang penyakitnya
ü Kaji tingkat
kecemasan klien
ü Dampingi klien
terutama saat-saat cemas.
ü Tempatkan pada
ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan
keluarga yang menimbulkan cemas.
|
ü Klien mengerti dan
merespon dari penjelasan secara kooperatif.
ü Dapat memberi
gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
ü Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat
kecemasan.
ü Dengan ruangan yang
tenang dapat mengurangi kecemasannya
|
ü Memberi penjelasan
pada klien tentang penyakitnya
ü Mengkaji tingkat
kecemasan klien
ü Mendampingi klien
terutama saat-saat cemas.
ü Menempatkan pada
ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan
keluarga yang menimbulkan cemas
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar