BAB
I
PENDAHULUAN
A.
KONSEP
MEDIS
1.
Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat
yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus
(HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien
memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency
syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Infeksi HIV adalah infeksi
virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV
biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada
orang dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya
paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang sudah memiliki HIV ke
anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama proses
kehamilan dan juga persalinan.
2.
Etiologi
Penyebab penyakit
AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya
menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan
penularan masa perinatal.
a.
faktor
risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
1) bayi yang lahir dari ibu dengan
pasangan biseksual,
2)
bayi
yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
3)
bayi
yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
4)
bayi atau anak yang mendapat transfusi darah
atau produk darah berulang,
5)
anak
yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah
seksual), dan
6)
anak
remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
b. Cara Penularan
Penularan
HIV dari ibu kepada
bayinya dapat melalui:
1) Dari ibu
kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang
terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara
transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar
dengan darah ibu.
2) SElama
persalinan (intrapartum)
Selama persalinan
bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV
melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
3) Bayi baru
lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada
ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir
sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara
persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala
janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada
ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko
transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah
kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4) Bayi
tertular melalui pemberian ASI.
Transmisi
pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median
sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel,
partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai
factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain
mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan
respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting
penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
3.
Patofisiologi
HIV
secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV
secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti,
meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi
apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi
HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus
laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah
dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ,
meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan
oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun
Infeksi
HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul
gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal
dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun
sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal
diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada
usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini
dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan
antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang
lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan
temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi
dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal,
dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4
terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan
menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan
system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada
infeksi HIV anak.
4.
Manifestasi klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV
pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan
AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar
(>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh
persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun.
Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat
adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak.
Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa :
a.
gagal
tumbuh
b.
berat badan menurun,
c.
anemia,
d.
panas berulang,
e.
limfadenopati, dan
f.
hepatosplenomegali
Gejala
yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi
oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang
lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan
fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila
terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta
sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis
carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau
toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium
tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas
pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang
sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu
kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Manifestasi klinisnya berupa
a.
hipoksia,
b.
sesak
napas,
c.
jari tabuh, dan
d.
limfadenopati.
e.
Secara radiologis terlihat adanya infiltrat
retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan
mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih
tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan
perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga
terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi
primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan
susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal.
5.
Pemeriksaan penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan
dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western
blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan
dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu
tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan
pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi
lahir dengan ibu HIV.
6.
Diagnosis
Diagnosis
awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang
beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil
teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat
dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV
harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
a.
pada bayi yang mendapat asi
Bila seorang bayi yang terpapar
infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko tertulari HIV selama masa
pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi yang terus mendapat
ASI tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV. Dianjurkan uji virologik
dilakukan setelah bayi tidak lagi mendapat ASI selama minimal 6 minggu. Bila
saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat pemberian ASI dihentikan, uji
antibodi dapat dilakukan sebelum uji virologik, karena secara praktis uji
antibodi jauh lebih murah. Bila hasil uji antibodi positif, maka pemeriksaan
uji virologik diperlukan untuk mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti
anak-anak membuat antibodi anti HIV pada yang terinfeksi post partum belum
diketahui.
b.
Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV dan memiliki
gejala klinis
Bila uji virologik tidak dapat
dilakukan tetapi ada tempat yang mampu memeriksa, semua bayi kurang dari 12
bulan yang terpapar HIV dan menunjukkan gejala dan tanda infeksi HIV harus
dirujuk untuk uji virologik. Hasil yang positif pada stadium apapun menunjukkan
positif infeksi HIV.
c.
Pada
Bayi dan anak yang terpapar HIV asimtomatik
Pada usia 12 bulan, sebagian
besar bayi yang terpapar HIV sudah tidak lagi memiliki antibodi maternal. Hasil
uji antibodi yang positif pada usia ini dapat dianggap indikasi tertular (94.5%
seroreversi pada usia 12 bulan; Spesifisitas 96%) dan harus diulang pada usia
18 bulan.
d.
Pada
Anak yang berumur kurang dari 18 bulan
Diagnosis definitif laboratoris
infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan hanya dapat ditegakkan
melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan terdapat infeksi HIV.
Tetapi bila akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO menganjurkan untuk
dilakukan pada usia 6-8 minggu, dimana bayi yang tertular in utero, maupun
intra partum dapat tercakup.
Uji
virologik yang dilakukan pada usia 48 jam dapat mengidentifikasi bayi yang
tertular in utero,
tetapi sensitivitasnya masih sekitar 48%. Bila dilakukan pada usia 4 minggu
maka sensitivitasnya naik menjadi 98%.
Satu hasil positif uji
virologik pada usia berapa pun dianggap diagnostik pasti. Meskipun demikian tetap
direkomendasikan untuk melakukan uji ulang pada sampel darah yang berbeda. Bila
tidak mungkin dilakukan dua kali maka harus dipastikan kehandalan laboratorium
penguji.
Pada anak yang didiagnosis
infeksi HIV hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang positif, harus
dilakukan uji antibodi anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.
e.
Pada
anak yang berumur lebih dari 18 bulan
Diagnosis definitif infeksi HIV
pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan (apakah paparannya diketahui atau
tidak) dapat menggunakan uji antibodi, sesuai proses diagnosis pada orang
dewasa. Konfirmasi hasil yang positif harus mengikuti algoritme standar
nasional, paling tidak menggunakan reagen uji antibodi yang berbeda.
7.
Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia,
herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral
akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
b. Neurologik
•
ensefalopati
HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia
complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis
dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
•
Meningitis
kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini
diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS.
Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang
kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala
ini.
- Diare karena bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan
fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Pneumocystic Carinii.
Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada,
hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti
yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e. Dermatologik
Lesi kulit
stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster
dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan
merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f.
Sensorik
-
Pandangan
: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus
berefek kebutaan
-
Pendengaran
: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan
reaksi-reaksi obat.
8.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
-
ELISA
(positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
-
Western
blot (positif)
-
P24
antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
-
Kultur
HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system
imun.
-
LED
(normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
-
CD4
limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
-
Rasio
CD4/CD8 limfosit (menurun)
-
Serum
mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
-
Kadar
immunoglobulin (meningkat)
9.
Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang
terinfeksi HIV antara lain:
ü
Suportif dengan cara mengusahakan
agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
ü
Menanggulangi infeksi opportunistic
atau infeksi lain serta keganasan yang ada
ü
Menghambat replikasi HIV dengan obat
antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang
dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak
terjadi transkripsi DNA HIV
ü
Mengatasi dampak psikososial
ü
Konseling pada keluarga tentang cara
penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga
medis
ü
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS
tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal
precaution)
2. pengobatan
Pengobatan medikamentosa
mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat
morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan
menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV
yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15%
hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci
dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada
penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini
bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan
dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di
negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah
diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan
pengobatan dan yang tidak.
Obat
profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk
toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai
kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
Pengobatan
penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV
terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk
DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan
AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran
molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada
tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin
yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila
obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV
plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV
tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV
berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
3. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi
dapat dicegah melalui :
- Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
- Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
- Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
B.
KONSEP KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
-
Lakukan pengkajian
fisik
-
Dapatkan riwayat
imunisasi
-
Dapatkan riwayat yang
berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak: exposure in
utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak
dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi
-
Obsevasi adanya
manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
-
Infeksi bakteri
berulang
-
Penyakit paru
khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial
limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
-
Diare kronis
-
Gambaran neurologis,
kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya, kemungkinan
mikrosefali, pemeriksaan neurologis
abnormal
-
Bantu dengan prosedur
diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.
B.
Diagnosa
1. Bersihan
jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
pengembangan ekspnsi paru
3. Hipertermi
berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,
diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
5. Perubahan
eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder
proses inflamasi system pencernaan.
6. Nyeri
berhubungan dengan proses penyakit
(misal: ensefalopati, pengobatan).
7. Risiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
8. Risiko
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
9. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
mengancam hidup.
C.
Intervensi
Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV
antara lain
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan :
Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi
1. Auskultasi
area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius,
R/ :
penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas
bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2. Mengkaji
ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
R/ :
takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena
ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
3. Bantu pasien
latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk,
misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
R/ : Napas
dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk mempertahankan
jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
4. Penghisapan
sesuai indikasi
R/ :
merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang
tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran
5. Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
dari pada dingin
R/ : Cairan
(khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6. Memberikan
obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
R/ : alat
untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat
bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk
dikeluarkan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan ekspnsi paru
Tujuan : anak dapat menunjukan pola napas yang efektif
Intervensi
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan
ekspansi paru. Catat upaya pernafasan, termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan
biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman
pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas
menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan,
Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
3. Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi.
Bangunkan pasien turun sari tempat
tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
4.Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti
alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat
mengakibatkan infark jaringan.
5.Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan
bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3. Hipertermi
berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody
Tujuan :Anak
akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Intervensi
1. Pertahankan
lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal serta
pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 oC
R/ :
Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi
2. Beri
antipiretik sesuai petunju
R/ :
Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
3. Pantau suhu
tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
R/ : Peningkatan
suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4. Beri
antimikroba/antibiotik jira disaranka
R/ :
Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab.
5. Berikan
kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan demam
R/ : kompres
hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu
makan, kandidiasis oral
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
dengan kriteria hasil anak mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
1. Berikan
makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
R/ : Untuk
memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
2. Beri makanan
yang disukai anak
R/ : Untuk
mendorong agar anak mau makan
3. Perkaya
makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual
bebas
R/ : Untuk
memaksimalkan kualitas asupan makanan
4. Berikan
makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
R/ : Ketika
anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi perawat maupun orang tua
untuk memberikan makanan sehingga porsi yang disediakan dihabiskan
5. Gunakan
kreativitas untuk mendorong anak
R/ : Dapat
menarik minat anak untuk makan dan menghabiskan porsi makanan yang disediakan
6. Pantau berat
badan dan pertumbuhan
R/ :
Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi nutrisi tambahan dapat
diimplementasikan bila pertumbuhan mulai melambat atau berat badan turun
7. Berikan obat
antijamur sesuai instruksi
R/ : Untuk
mengobati kandidiasis oral
5.
Perubahan eliminasi (diare) yang
berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses inflamasi system
pencernaan
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi
defekasi dengan kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang tua mampu
mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
1. Observasi
dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
R/ :
Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2. Tingkat
tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ :
Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila
infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3. Buang feses
dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ :
menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasi
makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya sayuran segar, buah,
sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ :
Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagi
pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari minuman dingin
R/ :
memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang
makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare
berulang, namun cairan yang dingin dapat meningkatkan motilitas usus
6. Berikan kolaburasi
antibiotik
R/ :
Mengobati infeksi supuratif fokal
6.
Nyeri berhubungan dengan proses
penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti
nyeri atau peka rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang
yang ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Intervensi :
1.
Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ :
Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan distraksi dapat
membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
2.
Untuk bayi dapat dicoba tindakan
kenyamanan umum (misalnya: mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus
lingkungan
R/ : Dapat
mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
3.
Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat
membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
4.
Rencanakan jadual awal pencegahan
bila analgesik efektif dalam mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk
mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
5.
Anjurkan penggunaan premedikasi
untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
R/ : Dapat
mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
6.
Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk
mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan
7.
Risiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan
nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan
kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan
pengeluaran urine yang sesuai).
Intervensi :
1. Ukur dan
catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R/ :
dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2. Pantau tanda-tanda
vital.
R/ :
hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan
mengindikasikan kekurangan kekurangan cairan.
3. Letakkan
pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
R/ : elevasi
kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi
yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
4. Pantau suhu
kulit, palpasi denyut perifer.
R/
: kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah
mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian
cairan tambahan.
5. Kolaborasi,
berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ :
gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,
misalnya ketidak seimbangan.
8.
Risiko kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster sekunder proses
inflamasi system integument
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh
dengan kriteria hasil : infeksi virus herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk
kulit yang terinfeksi dan orang tua mendemonstrasikan cara perawatan kulit
untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Pasang alat
pelembab dalam rumah untuk menghindari kulit terlalu kering
R/ : Kulit
yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit sehingga perlu dijaga
kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
2. Bersihkan
daerah yang tidak infeksi
R/ :
membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah terjadinya perluasan
infeksi kulit
3. Sarankan
klien untuk tidak menggaruk
R/ :
Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan kulit, apa bila
jika dilakukan dengan keras/kuat
4. Kulit yang
mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas sendir
R/ :
berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu terjadinya luka
pada kulit yang bersisik
5. Pemberian
antibiotik sistemik
R/ :
pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit
tidak meluas
9.
Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang mengancam hidup
Tujuan : Pasien dan keluarga mendapat dukungan yang
adekuat dan keluarga dapat terlibat dengan kelompok-kelompok khusus
Intervensi :
1. Kenali
masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dan dukungan
R/ : dengan
mengkaji masalah yang dihadapi keluarga perawat dapat membuat rencana
intervensi yang tepat serta dapat melakukan pendekatan dengan keluarga dengan
cara yang tepat.
2. Kaji
pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
R/ : Tingkat
pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya sangat diperlukan perawat
dapat menentukan intervensi yang tepat
3. Tekankan dan
jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan
terapi yang dianjurkan serta prognosanya
R/ :
penjelasan yang tepat dari profesional akan mempertegas bahwa informasi yang
didapatkan tentang penyakit dan terainya tersebut tepat
4. Gunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan
terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
R/ : Untuk
memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam merawat
klien
5. Bantu orang
tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
R/ :
Menginteoretasikan perilaku dan respon bayi atau anak secara tepat dapat
membantu keluarga dalam mengambil keputusan kapan harus lapor perawat atau
dokter
6. Sambut
keberadaan keluargatanpa batas
R/ : untuk
meningkatkan hubungan keluarga
7. Dorong keluarga
untuk memberikan barang-barang yang berarti dan dapat diatur pada anak
R/ : Untuk
memberikan rasa aman
8. Rujuk pada
kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS Indonesia)
R/ : untuk
dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya pelayanan sosial,
rohaniawan dan yayasan HIV AIDS Indonesia
KASUS HIV PADA ANAK
Ny.
S membawa anaknya ke rumah sakit karena anaknya batuk terus- terusan dan di
sertai sesak napas.menurut Ny S sudah sekitar seminggu batuk anaknya tidak mau berhenti
dan dua hari yang lalu batuknya mulai disertai sesak napas. klien kelihatan
tampak sesak.
Ibu klien
mengatakan anaknya diare, terus – terusan buang air besar sampai 5 x dalam
sehari. klien tampak lemah,mata cekung.klien demam dan tidak mau menyusui.anak
kelihatan agak kurus dan sudah tidak beraktivitas sebagaimana biasanya.
Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya. Setelah di
lakukan pemeriksaan di dapatkan
TTV Suhu : 38,5 º C
-
Nadi : 120x/m
-
Pernafasan : 28x / m
-
TD : 95/60 mmHg
BAB
II
TINJAUAN
KASUS
A.
PENGKAJIAN PERAWATAN ANAK
I.
Identitas
Klien :
Nama/nama
panggilan : An. J
Tempat
tanggal lahir/usia : kendari, 20 Mei 2010
Jenis
Kelamin : perempuan
A
g a m a :
Islam
Pendidikan : -
Alamat : BTN revalina Blok C No.3
Tanggal
masuk : 24 Mei 2011
Tanggal
pengkajian : 25 Mei 2011
Diagnosa
Medik : HIV-AIDS
II.
Identitas
Orang Tua
1.
Ayah
a.
N a
m a : Tn. Budi
b.
U m
u r : 28 tahun
c.
Pendidikan : SMP
d.
Pekerjaan : Pedagang
e.
A g a m a : Islam
f.
A l a m a t : BTN revalina Blok C No.3
2.
Ibu
a. N
a m a :
Ny. S
b. U s i a : 22 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. A g a m a : Islam
f. A l a m a t : BTN revalina Blok C No.3
3.
Identitas
Saudara Kandung
No.
|
N a m a
|
U s i a
|
Hubungan
|
Status Kesehatan
|
1.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
III. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan
anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
IV. Riwayat Kesehatan.
1.
Riwayat Kesehatan
Sekarang
Klien terus batuk – batuk
sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai disertai sesak
napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak semalam
klien
demam dan di perparah lagi klien tidak mau
menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke rumah sakit.
2.
Riwayat Kesehatan
Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1) Prenatal
Care
ü Pemeriksaan
kehamilan 1 kali
ü Keluhan
selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam
dan lemas
ü Riwayat
terkena sinar tidak ada
ü Kenaikan
berat badan selama kehamilan 2 kg
ü Imunisasi
2 kali
ü Golongan
darah Ibu : O /golongan darah ayah
: A
2) N
a t a l
ü Tempat
melahirkan di Puskesmas oleh bidan
ü Lama
dan jenis persalinan : Spontan/normal
ü Penolong
persalinan Dokter Kebidanan
ü Tidak
ada komplikasi selama persalinan ataupun
setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
3) Post
Natal
ü Kondisi
Bayi : BB lahir 2 kg, PB 47
cm
ü Pada
saat lahir kondisi anak baik
(untuk
semua usia)
·
Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
·
Kecelakaan yang
pernah dialami: tidak ada
·
Imunisasi belum
lengkap
·
Alergi belum nampak
·
Perkembangan
anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama
V.
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
Genogram
50
|
60
|
64
|
60
|
1thn
|
37
|
30
|
20
|
27
|
35
|
25
|
27
|
Keterangan
: :
Laki-laki =
Meninggal
|
:
Perempuan -------- = Serumah
:
Klien = Garis
keturunan
Penjelasan
:
Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan
karena penyakit yang sama dengan klien
Generasi II = Saudara laki-laki dari bapak klien
meninggal karena kecelakaan tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan klien
Generasi III = Klien anak pertama.
Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di RS dengan diangnosa
postif HIV.
VI. Riwayat Imunisasi
No.
|
Jenis
Imunisasi
|
Waktu
Pemberian
|
Reaksi
setelah pemberian
|
1.
|
BCG
|
1 bulan
|
Demam
|
2.
|
DPT
|
1 bulan
|
Demam
|
3.
|
Polio
|
-
|
-
|
4.
|
Campak
|
-
|
-
|
5.
|
Hepatitis
|
Lupa
|
lupa
|
VII.
Riwayat
Tumbuh Kembang
a.
Pertumbuhan Fisik
1.
Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2.
Tinggi Badan : PB
lahir 47 cm, PB masuk RS : 45 Cm
b.
Perkembangan tiap
tahap
Usia anak saat :
1.
Berguling : 5 bulan
2.
Duduk : 8 bulan
3.
Merangkak : 10 bulan
4.
Berdiri : 12 bulan
5.
Berjalan : belum
6.
Senyum kepada orang
lain pertama kali : lupa
7.
Bicara pertama kali :
memanggil ibunya
8.
Berpakaian tanpa
bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh
VIII.
Riwayat
Nutrisi
a.
Pemberian ASI
1.
Pertama kali di susui
: setengah jam setelah lahir
2.
Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3.
Lama Pemberin : 10 - 15 manit
4.
Diberikan sampai usia
: sampai saat ini
b.
Pemberian Susu
Formula : SGM
c.
Pola perubahan
nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi
saat ini
U
s i
a
|
Jenis
Nutrisi
|
Lama
Pemberian
|
1.
0 - 6
2.
7- saat
ini
|
ASI
Asi dan susu
formula
|
10- 15 menit
Setiap saat
|
IX. Riwayat Psiko Sosial
·
Anak tinggal di rumah
·
Lingkungan berada di
tepi kota
·
Rumah tidak ada fasilitas lengkap
·
Di Rumah tidak ada
tangga yang berbahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan, anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
·
Hubungan antar
anggota kelurga baik
·
Pengasuh anak
adalah orang tua
X.
Riwayat
spiritual
·
Anggota Keluarga cukup taat melaksanakan ibadah
·
Kegiatan keagamaan :
jarang mengikuti kegiatan keagamaan
XI. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman
Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
-
Orang tua membawa
anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan anaknya yang tiba – tiba sesak napas
-
Dokter menceritakan tentang kondisi anaknya tetapi kelihatannya orang
tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya
-
Orang tua saat masuk
di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu menanyakan
kondisi anaknya
-
Orang tua selalu
menjaga anaknya bergantian antara ayah,
ibu dan dan keluarga yang lain.
b. Pemahaman
anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara.
XII.
Aktivitas
Sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi
|
Sebelum Sakit
|
Saat
sakit
|
1.
Keinginan Menyusu
2.
Frekwensi Menyusui
3.
Susu
formula
|
Baik
7
kali
Baik
|
Kurang
Kurang sekali
Kurang sekali
|
b. Cairan
Kondisi
|
Sebelum
sakit
|
Saat
sakit
|
1.
Jenis minuman
2.
Frekwensi minum
3.
Kebutuhan cairan
4.
Cara pemberian
|
ASI
Setiap kali haus
Tidak diketahui
ASI
|
Tidak ada
Sering
Tergantung
Infuse
|
c. Eliminasi (BAB & BAK)
Kondisi
|
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
1.
Tempat pembuangan
2.
Frekwensi/waktu
3.
Konsistensi
4.
Kesulitan
5.
Obat pencahar
|
Kain sarung
BAK= sering
BAB = 2 x sehari
Sering encer
Tidak ada
Tidak pernah
Digunakan
|
Popok
BAK =
sering, BAB = 4-5x
sehari
Encer
Tidak ada
|
d.Istirahat/Tidur
Kondisi
|
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
1.
Jam tidur
-
Siang
-
Malam
2.
Pola tidur
3.
Kebiasaan sebelum
tidur
4.
Kesulitan tidur
|
11.00 – 13.00
Jam 20.00- 06.00
Tidur
dilaksanakan
pada siang dan malam hari
Menyusu
Gelisah
|
Jam 12.00-13.00
Jam 21.00-7.00
Tidur
dilaksanakan
pada siang dan malam hari
Menyusu
Sering
terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.
|
e. Olahraga
Tidak dikaji
f.
Personal Hygiene
Kondisi
|
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
1.
Mandi
-
Cara
-
Frekwensi
-
alat mandi
2.
Cuci rambut
-
frekwensi
-
Cara
3.
Gunting kuku
-
frekwensi
-
Cara
|
Dikerjakan
oleh orang tua
2 x sehari
Sabun
Kadang-kadang
Tidak
menentu
Dikerjakan
oleh orang tua
Setiap kali
kuku
terlihat panjang
Di kerjakan
oleh orang tua
|
Tidak pernah mandi
hanya dilap badan
1x sehari/melap
badan
Pake air
hangat
belum pernah
dilakukan
belum pernah
dilakukan
|
g. Aktifitas/mobilitas
fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji
XIII.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Keadaan umum klien : lemah gelisah dan batuk sesak
ü Ekspresi
wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
ü Berpakaian
bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b.
Tanda-tanda vital:
-
Suhu : 38,5 º C
-
Nadi : 120x/m
-
Pernafasan : 70 x / m
-
TD : 95/60 mmHg
c.
Antropometri
-
Panjang badan : 50 cm
-
Berat badan : 5 kg
-
Lingkaran lengan atas : tidak dikaji
-
lingkaran kepala : tidak
dikaji
-
lingkaran dada : tidak
di kaji
-
Lingkaran perut :tidak
dikaji
-
Skin fold :
tidak dikaji
d.
Head To Toe
o Kulit :
Pucat dan
turgor kulit agak buruk
o Kepal
dan leher :
Normal tidak ada
kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada peradangan
o Kuku
: Jari tabuh
o Mata
/ penglihatan :
Sklera pucat dan
nampak kelopak mata cekung
o Hidung :
Tidak ada Peradangan,
tidak ada reaksi alergi, tidak ada
polip, dan fxungsi penciuman normal
o Telinga :
Bentuk simetris
kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
o Mulut
dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut
dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan
menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
o Leher. Terjadi peradangan pada eksofagus.
o Dada
: dada masih terlihat normal
o Abdomen : Turgor jelek ,tidak ada massa,
peristaltik usus meningkat dan perut
mules dan mual.
o Perineum
dan genitalia
Pada alat genital
terdapat bintik-bintik radang
o Extremitas
atas/ bawah
Extremitas atas dan
extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan
proses penyakit.
e.
Sistem Pernafasan
·
Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada,
secret : ada
·
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
dan kelenjar limfe di sub mandibula.
·
D a d a :
-
Bentuk dada : Normal
-
Perbandingan ukuran
anterior-posterior dengan tranversal : 1
: 1
-
Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
-
Suara nafas : ronki
-
Suara nafas tambahan
: ronki
·
Tida ada clubbling
finger
f.
Sistem kardiovaskuler
:
·
Conjungtiva : Tidak
anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena
jugularis : tidak meninggi
·
Ukuran Jantung :
tidak ada pembesaran
·
Suara jantung : Tidak
ada bunyi abnormal
·
Capillary refilling
time > 2 detik
g.
Sistem pencernaan:
-
Mulut : terjadi
peradangan pada mukosa mulut
-
Abdomen : distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang menyerang
usus
-
Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
-
Anus : terdapat
bintik dan meradang gatal
h.
Sistem indra
1.
Mata : agak cekung
2.
Hidung : Penciuman
kurang baik,
3.
Telinga
-
Keadaan daun telinga
: kanal auditorius kurang bersih akibat
benyebaran penyakit
-
Fungsi pendengaran
kesan baik
i.
Sistem Saraf
1.
Fungsi serebral:
ü Status
mental : Orientasi masih tergantung orang tua
ü Bicara
: -
ü Kesadaran
: Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6,
verbal (bicara normal) = 5
2.
Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda
kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
3.
Fungsi motorik :
Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
4.
Fungsi sensorik :
suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
5.
Fungsi cerebellum :
Koordinasi, keseimbangan kesan normal
6.
Refleks : bisip,
trisep, patela dan babinski terkesan
normal.
j.
Sistem Muskulo
Skeletal
1.
Kepala : Betuk kurang
baik, sedikit nyeri
2.
Vertebrae: Tidak
ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di
tempat tidur.
3.
Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4.
Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif
k.
Sistem integumen
ü warna
kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
ü suhu
meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l.
Sistem endokrin
·
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
·
Suhu tubuh tidak
tetap, keringat normal,
·
Tidak ada riwayat
diabetes
m.
Sistem Perkemihan
·
Urin produksi
oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
·
Tidak ditemukan odema
·
Tidak ditemukan
adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n.
Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans
penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal
o.
Sistem Imun
·
Klien tidak ada
riwayat alergi
·
Imunisasi lengkap
·
Penyakit yang
berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
·
Riwayat transfusi
darah tidak ada
XIV.
Pemeriksaan
Tingkat Perkembangan
·
6 tahun ke atas
Tidak di
kaji karena klien saat ini masih berumur satu tahun
XV.
Terapi Saat ini :
·
Infus RL 20 tts/m
·
Imunisasi disarankan
untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV),
anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
·
Keperawatan :
ü Suportif
dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan
terjadi infeksi
ü Menanggulangi
infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
ü Menghambat
replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA
virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
ü Mengatasi
dampak psikososial
ü Konseling
pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur
yang dilakukan oleh tenaga medis
Hasil Laboratorium
tanggal 23Mei 2011: Tidak dikaji
XVI.
Klasifikasi
Data
·
Data Subjektif
-
Ibu klien
mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
-
Ibu klien mangatakan anaknya demam tinggi dan terus-menerus
-
ibu
klien mengatakan, klien tidak mau menyusu/tidak minum susu
-
Ibu klien mengatakan
anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
-
ibu
klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
-
ibu klien
mengatakan anaknya tidak dapat beraktivitas
-
ibu
klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya
di bawa ke RS.
·
Data Objektif
-
Klien selama di RS
nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
-
Klien nampak teraba
panas dengan suhu 39 0C, Nadi : 120x/m, P : 28x /m dan TD : 95/60
mmHg
-
Klien nampak tidak mau disusui, berat badan
klien turun dari 6kg
menjdi 5 kg
-
Klien nampak selalu BAB dan diRS terhitung 4-5/kali
-
Kulit klien nampak
kering, nampak cekung pada mata
-
Klien tampak
sangat lemah
-
Keluarga klien nampak
gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVII. Prioritas Data
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi sekret
DS :
Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO : Klien selama di RS nampak batuk terus
dan gelisah nampak sesak sesak
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan ekspnsi paru.
DS : keluarga klien mengatakan anaknya susah
bernapas
DO : klien tampak kelihatan sesak
3. Hipertermi
berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody
DS :
Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
DO : Klien nampak teraba panas dengan suhu
38,5 0C, Nadi : 120x/m, P :
28x / m dn TD : 95/60 mmHg
4. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu
makan dan diare
DS
: Keluarga klien mengatakan
anaknya sering buang air besar dan
encer
DO
:Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan di RS
terhitung 4-5/kali. Kulit klien nampak kering, nampak cekung
pada mata
5. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,
diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
DS :
-
Keluarga klien
mengatakan, klien tidak mau menyusu
-
Ibu klien mengatakan
anaknya susah menyusui akibat luka-luka pada mulutnya
DO
: Klien nampak cengeng bila ingin disusui, BB klien turun dari 6 kg menjadi 5 kg.
6.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
DS : Ibu
klien mengatakan anaknya tidak bisa beraktivitas sebagai mana biasanya.
DO : klien
tampak sangat lemah
7.
Kecemas berhubungan
dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
DS
: Keluarga klien mengatakan sangat
khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di bawa ke RS.
DO
:
Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVIII.
Analisa
Data
No
|
Data
|
Etilogi
|
Masalah
|
1
|
DS :
-
Keluarga klien
mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO :
-
Klien selama di RS
nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
|
Kandidiasis
Menginfeksi bronkus
Aktivitas bronkus berkurang
Penumpukan sekret
Batuk inefektif
|
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
|
2
3
|
DS :
keluarga klien mengatakan anaknya susah bernapas
DO :
Klien tampak
kelihatan sesak
DS :
-
Keluarga klien
mangatakan
anaknya demam terus-menerus
DO :
-
Klien nampak teraba
panas dengan suhu 38,5 0C,
Nadi : 120x/m, P : 28x / m dn
TD : 95/60 mmHg
|
Menginfeksi bronkus
Aktivitas
bronkus berkurang
Peningkatan
sekret bronkial
Penumpukan
sekret
Pengembangan
ekspansi paru menurun
Seak naf
Kuman mengeluarkan
endotoksin
Merangsang
pengeluaran zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yg meradang
Melepas zat IL-1,
prostaglandin E2
(pirogen leukosi & pirogen endokrin
Mencapai
hipotalamus (set point)
|
Pola napas
tidak efektif
Hipertermi
|
4
|
DS :
-
Keluarga klien
mengatakan
anaknya sering buang air besar dan encer
DO :
-
Klien nampak selalu
BAB dan diRS
-
terhitung 4-5/hari
|
Invasi virus ke dlm tubuh
Masuk ke sirkulasi
Masuk ke saluran
gastrointerstinal
Peningkatan gerak peristaltik
usus
Diare
Intake inadekuat
|
Kekurangan volume
cairan
|
5
|
DS :
-
Keluarga klien
mengatakan,
klien
tidak mau
makan/malas makan
-
Ibu klien
mengatakan anaknya susah
menelan akibat luka-luka pada mulutnya
DO
:
-
Klien nampak
cengeng bila ingin
diberi
makan dan porsi
makannya tidak habis serta BB turun
menjadi 6 kg dari
5kg.
|
kandidiasis
Lesi oral
Ketidakmampuan menyusu
Perubahan indra
pengecap
Menurunkan
keinginan menyusu
|
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
6
|
DS :
-
ibu klien
mengatakan anaknya malas
-
beraktivitas
DO :
-
klien kelihatan tampak lemah
|
kandidiasis
Lesi oral
Ketidakmampuan menyusu
Menurunkan keinginan menyusu
Tubuh lemah
|
Intoleransi
aktivitas
|
7
|
DS :
-
Keluarga klien
mengatakan sangat
khawatir dengan
kondisi anaknya,
maka dari itu
anaknya di bawa ke
RS.
DO :
-
Keluarga klien
nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
|
AIDS
Perubahan
status kesehatan
Kurang informasi
Merasa ketakutan
akan penyakit anaknya
|
Cemas
|
B.
DIAGNOSA
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi secret
2.
Pola napas tidk efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3.
Hipertermi berhubungan dengan
pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
4.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan
diare
5.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu
makan, kandidiasis oral
6.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7.
Kecemas berhubungan
dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
INTERVENSI
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
KRITERIA
HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi sekret
DS :
-
Keluarga klien mengatakan
anaknya batuk-batuk dan sesak
DO :
-
Klien selama di RS
nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak
sesak
|
Anak
menunjukkan jalan nafas
yang efektif
|
Klien merasa nyaman ketika bernapas
Klien menunjukkan pola napas yang efektif
|
ü Auskultasi
area paru,
catat area
penurunan/tidak ada aliran udara dan
bunyi napas
adventisius
ü kaji ulang
tanda-tanda
vital (irama
dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
ü Bantu
pasien latihan napas sering.
ü Penghisapan
sesuai indikasi
ü Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari
(kecuali kontraindikasi)
ü Memberikan
obat yang
dapat
meningkatkan efektifnya jalan nafas
(seperti
bronchodilator
|
ü Penurunan aliran
udara
terjadi pada
area konsolidasi dengan cairan.
ü pernapasan
dangkal dan
gerakan dada tidak simetris terjadi karena
ketidaknyaman gerakan dinding dada.
ü Napas
dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil
ü Merangsang
batuk atau
pembersihan jalan napas
secara mekanik
ü Cairan
(khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan sekret
ü alat untuk
menurunkan
spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret.
|
2.
pola
napas tidak efektif
Ditandai dengan :
DS :
Keluarga klien mengatakan anaknya
susah bernapas
DO :
klien tampak kelihatan sesak
3.Hipertermi
berhubungan dengan
pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody
DS :
-
ibu klien
mangatakan anaknya
demam terus-menerus
DO :
Klien
nampak teraba panas dengan suhu 38,5 0C, Nadi
:
120x/m, P : 28x / m dn TD : 95/60 mmHg
|
Anak dapat
menunjukan pola napas
yang efektif
Anak akan
mempertahankan suhu
tubuh kurang
dari
37,5 oC
|
klien
-
Menunjukan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
Klien
menunjukkan suhu
yang normal.
Klien
mampu menunjukkan TTV
yang normal :
suhu 36’5
0C, Nadi
:
80x/m,
P
:
20x / m
dn
TD : 110/80 mmHg
|
ü kaji
frekuensi,
kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan,
ü Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
ü Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi.
ü Observasi pola batuk dan karakter sekret.
ü Berikan oksigen tambahan.
ü Pertahankan
lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal.
ü Pantau suhu
tubuh anak
setiap 1-2
jam, bila terjadi
peningkatan
secara tiba-tib
ü Beri
antimikroba/antibiotik jika
disaranka
ü Berikan
kompres dengan suhu 37 oC pada anak
ü Kolaboratif
:
Beri
antipiretik sesuai petunju
|
ü Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja
nafas.
ü Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif
sekunder terhadap pendarahan.
ü Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
ü Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi.
ü Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
ü Lingkungan
yang sejuk
membantu
menurunkan suhu tubuh
dengan cara
radiasi
ü Peningkatan
suhu secara
tiba-tiba
akan
mengakibatkan
kejang
ü Antimikroba
mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab
ü Kompres
hangat efektif
mendinginkan
tubuh melalui
cara konduksi
ü Antipiretik
seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
|
4. Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
pemasukan dan pengeluaran.
DS :
-
Ibu klien
mengatakan anaknya
sering buang air besar dan encer
DO :
-
Klien nampak selalu BAB dan
diRS terhitung 4
-5/hari.
-
Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
|
keseimbangan
cairan
tubuh adekuat
|
Tidak ada
ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi
baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang
sesuai)
|
ü Ukur dan
catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
ü Pantau
tanda-tanda vital.
ü Letakkan pasien
pada
posisi yang
sesuai,
tergantung pada kekuatan pernapasan.
ü Pantau
suhu
kulit,
palpasi denyut perifer.
ü Kolaborasi,
berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander.
|
ü dokumentasi
yang akurat
akan membantu
dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan.
ü hipotensi,
takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
cairan.
ü Elevasi
kepala
dan posisi
miring akan
mencegah
terjadinya aspirasi dari
muntah.
ü Kulit yang
dingin/lembab, denyut yang
lemah
mengindikasikan penurunan
sirkulasi
perifer.
ü Gantikan
kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.
|
5 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS :
-
Keluarga klien mengatakan,
klien tidak mau menyusu
-
Ibu klien mengatakan anaknya
susah menelan
DO : Klien nampak cengeng bila ingin
Disusui.
|
Pasien
mendapatkan nutrisi yang
optimal
dengan kriteria hasil
anak
mengkonsumsi jumlah
nutrien yang
cukup
|
Nafsu menyusu meningkat
BB
meningkat atau normal sesuai umur
|
ü Berikan
makanan dan
kudapan
tinggi kalori
dan
protein
ü Beri
makanan
yang disukai
anak
ü Perkaya
makanan dengan suplemen nutrisi.
ü Berikan
makanan ketika anak
sedang mau makan dengan baik
ü Gunakan
kreativitas untuk mendorong anak
ü Pantau
berat
badan dan
pertumbuhan
ü Kolaboratif
:
obat
antijamur sesuai instruksi
|
ü Untuk
memenuhi kebutuhan tubuh
ü Untuk
mendorong agar anak mau makan
ü Untuk
memaksimalkan kualitas
asupan makanan
ü Ketika
anak
mau makan
adalah kesempatan yang berharga
bagi perawat
maupun orang
tua.
ü Dapat
menarik minat anak
untuk makan
dan
menghabiskan porsi makanan
ü Pemantauan
berat badan
dilakukan sehingga
intervensi nu
ü Untuk
mengobati kandidiasis oral
|
6.Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan
DS : Ibu
klien mengatakan anaknya
tidak bisa
beraktivitas sebagai mana biasanya.
DO : klien tampak sangat lemah
|
Adanya
peningkatan toleransi aktivitas
|
-Anak
dapat beraktivitas sebagaimana biasanya
-anak
tidak tampak lemah
|
ü Evalusi
respon terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan
ü Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
ü Bantu
klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.
|
ü Menetapkan
kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan pilihan intervensi
ü Menurunkan
stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
ü Klien
mungkun nyaman dengan kepala tinggi
|
7.kecemas
DS :
Keluarga klien mengatakan sangat
khawatir dengan kondisi anaknya
DO : Keluarga klien nampak gelisah dan selalu
menanyakan kondisi
anaknya.
|
Setelah
dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
|
Keluarga Mau
menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
|
ü Kenali
masalah keluarga dan
kebutuhan akan informasi dan dukungan
ü Kaji
pemahaman keluarga tentang diagnosa dan
rencana
perawatan
ü Tekankan
dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak.
ü Gunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit.
ü Bantu
orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
ü Rujuk pada
kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS Indonesia
|
ü Dengan
mengkaji masalah yang
dihadapi
keluarga perawat dapat
membuat
rencana intervensi yang tepat.
ü Tingkat
pemahaman keluarga sangat diperlukan
perawat untuk
menentukan
intervensi
ü penjelasan
yang tepat dari
profesional
akan mempertegas bahwa informasi yang didapatkan tentang penyakit dan
terapinya
tersebut tepat
ü Untuk
memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam
merawat klien
ü Menginteoretasikan
perilaku
dan respon
bayi atau
anak
secara tepat
membantu keluarga dalam mengambil keputusan
untuk
dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya pelayanan sosial.
|
|
|
|
|
|
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
25-05-2011
|
07.30
|
ü Mengauskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada
aliran udara dan bunyi napas adventisius
ü Mengkaji
ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
ü Membantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu
pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk tinggi
ü menghisap
sesuai indikasi
ü Memberikan cairan
sedikitnya
2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air
hangat dari pada dingin
ü Memberikan
obat yang
dapat
meningkatkan
efektifnya
jalan nafas
|
26 Mei 2011, jam 07.30 Wita
S:
Ibu
pasien mengatakan anak masih sesak
O:
w Klien
Masih nampak gelisah
w Nampak
sesak
A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi 3,4,5
dan 6 dilanjutkan
|
NO
DX/ Tgl
|
JAM
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
25-05-2011
|
08.00
|
ü mengkaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru.
ü .mengAuskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti
ronchi.
ü meninggikan kepala dan
bantu mengubah posisi.
ü mengobservasi pola batuk dan karakter sekret.
ü memberikan oksigen tambahan.
ü memberikan humidifikasi tambahan, mis : nebuliser ultrasonik.
|
26-
05-2011, JAM 08.00
S : ibu
klien mengatakan pola
nafas anaknya sudah agak baikan
O :
klien nampak bernafas dengan normal tetapi belum terlalu pulih
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
(intervensi
3,4 dan 5)
|
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari
hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
25-05-2011
|
09.00
|
ü Mempertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan
piyama dan selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o
dan 24 oC
ü Memantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan
secara tiba-tib
ü Memberikan
antimikroba/antibiotik jira disaranka
ü Memberikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk
menurunkan demam
ü Kolaboratif
:
Beri antipiretik sesuai
petunjuk
|
Ø
26 Mei 2011, jam 10.00
wita
S:
w Ibu
pasien mengatakan anaknya masih demam
O: Klien Nampak
teraba panas.
A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi 1,4 dan 5 dilanjutkan
|
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena
kehilangan nafsu makan dan diare
25-05-2011
|
11.00
|
ü Mengukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
ü Memantau tanda-tanda vital.
ü Meletakkan
pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
ü Memantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
ü Kolaborasi,
berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
|
26 Mei 2011, jam 12.00
Wita
S:
w Ibu
pasien mengatakan anaknya sering BAB
O:
w Pasien
Nampak kulitnya kering, cekung pada mata
A: Masalah belum
teratasi.
P: Intervensi 1,4 dan 5 di lanjutkan
|
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,
diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
25-05-2011
|
12.30
|
ü Memberikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi
protein
ü Memberi makanan yang disukai anak
ü Perkaya
makanan dengan
suplemen
nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
ü Memberikan makanan ketika
anak sedang
mau makan
dengan baik
ü Mengunakan kreativitas untuk mendorong anak
ü Memantau berat badan dan
pertumbuhan
ü Kolaboratif
: Berikan obat antijamur sesuai instruksi
|
26 Mei 2011, jam 13.30 Wita
S:
w Ibu
pasien mengatakan klien tidak mau makan/malas makan
O:
w Pasien
Nampak cengeng bila mau makan
A: Masalah belum
teratasi.
P: Intervensi
ditingkatkan.
|
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Intoleransi
aktivitas
25-05-2011
|
14.30
|
ü mengevalusi
respon terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan TTV selama dan aktivitas.
ü memberikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
ü Bantu klien memilih posisi nyaman untuk
istirahat dan tidur.
|
26 Mei2011, jam 14.30
Wita
S:
w ibu
pasien mengatakan anaknya belum bisa beraktivitas seperti biasa
O:
w klien
masih tampak lemah
A: Masalah belum
teratasi.
P: Intervensi
ditingkatkan.
|
No.DX/Tgl
|
J A M
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Kecemas
keluarga berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
25-05-2011
|
15.30
|
ü Mengenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi
dan dukungan
ü Mengkaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana
perawatan
ü Tekankan
dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur
dan terapi yang dianjurkan serta prognosanya
ü Gunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan
terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
ü Bantu
orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
ü Rujuk pada
kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS
Indonesia)
|
26 Mei 2011, jam
16.30 Wita
S:
w Keluarga
pasien mengatakan sudah tenang melihat kondisi anaknya.
O:
w Keluarga
pasien sudah cukup rileks
A: Masalah belum
teratasi.
P: Intervensi
dipertahankan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar