Powered By Blogger

Jumat, 13 Januari 2012

asuhan keperawatan HIV pada anak

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    KONSEP MEDIS
1.      Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama proses kehamilan dan juga persalinan.


2.      Etiologi
Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.
a.      faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
1)      bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
2)      bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
3)      bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
4)       bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang,
5)      anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan
6)      anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
b.       Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1)       Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan darah ibu.
2)       SElama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
3)       Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4)       Bayi tertular melalui pemberian ASI.
Transmisi pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
3.      Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi “  atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

4.      Manifestasi klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa  : 
a.      gagal tumbuh
b.       berat badan menurun,
c.        anemia,
d.      panas berulang,
e.       limfadenopati, dan
f.         hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa
a.      hipoksia,
b.      sesak napas,
c.        jari tabuh, dan
d.      limfadenopati.
e.       Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal.
5.      Pemeriksaan penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.

6.      Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
a.      pada bayi yang mendapat asi
Bila seorang bayi yang terpapar infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko tertulari HIV selama masa pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi yang terus mendapat ASI tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV. Dianjurkan uji virologik dilakukan setelah bayi tidak lagi mendapat ASI selama minimal 6 minggu. Bila saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat pemberian ASI dihentikan, uji antibodi dapat dilakukan sebelum uji virologik, karena secara praktis uji antibodi jauh lebih murah. Bila hasil uji antibodi positif, maka pemeriksaan uji virologik diperlukan untuk mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti anak-anak membuat antibodi anti HIV pada yang terinfeksi post partum belum diketahui. 
b.      Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV dan memiliki gejala klinis
Bila uji virologik tidak dapat dilakukan tetapi ada tempat yang mampu memeriksa, semua bayi kurang dari 12 bulan yang terpapar HIV dan menunjukkan gejala dan tanda infeksi HIV harus dirujuk untuk uji virologik. Hasil yang positif pada stadium apapun menunjukkan positif infeksi HIV.
c.       Pada  Bayi dan anak yang terpapar HIV asimtomatik
Pada usia 12 bulan, sebagian besar bayi yang terpapar HIV sudah tidak lagi memiliki antibodi maternal. Hasil uji antibodi yang positif pada usia ini dapat dianggap indikasi tertular (94.5% seroreversi pada usia 12 bulan; Spesifisitas 96%) dan harus diulang pada usia 18 bulan.
d.     Pada Anak yang berumur kurang dari 18 bulan
Diagnosis definitif laboratoris infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan hanya dapat ditegakkan melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan terdapat infeksi HIV. Tetapi bila akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO menganjurkan untuk dilakukan pada usia 6-8 minggu, dimana bayi yang tertular in utero, maupun intra partum dapat tercakup.
Uji virologik yang dilakukan pada usia 48 jam dapat mengidentifikasi bayi yang tertular in utero, tetapi sensitivitasnya masih sekitar 48%. Bila dilakukan pada usia 4 minggu maka sensitivitasnya naik menjadi 98%.
Satu hasil positif uji virologik pada usia berapa pun dianggap diagnostik pasti. Meskipun demikian tetap direkomendasikan untuk melakukan uji ulang pada sampel darah yang berbeda. Bila tidak mungkin dilakukan dua kali maka harus dipastikan kehandalan laboratorium penguji.
Pada anak yang didiagnosis infeksi HIV hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang positif, harus dilakukan uji antibodi anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.  
e.      Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan 
Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan (apakah paparannya diketahui atau tidak) dapat menggunakan uji antibodi, sesuai proses diagnosis pada orang dewasa. Konfirmasi hasil yang positif harus mengikuti algoritme standar nasional, paling tidak menggunakan reagen uji antibodi yang berbeda.
7.       Komplikasi
a.      Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
b.      Neurologik
     ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
     Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c.       Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
-       Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
-       Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
-       Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
d.     Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f.        Sensorik
-          Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
-          Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
8.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
-          ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
-          Western blot (positif)
-          P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
-          Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
-          LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
-          CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
-          Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
-          Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
-          Kadar immunoglobulin (meningkat)
9.      Penatalaksanaan
1.      Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
ü  Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
ü  Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
ü  Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
ü  Mengatasi dampak psikososial
ü  Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
ü  Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2.      pengobatan
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
3.      Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
  1. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
  2. Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
  3. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
















B.                 KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
-          Lakukan pengkajian fisik
-          Dapatkan riwayat imunisasi
-          Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi
-          Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati, hepatosplenomegali
-          Infeksi bakteri berulang
-          Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
-          Diare kronis
-          Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan  neurologis abnormal
-          Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.







B.     Diagnosa
1.      Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
3.      Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
5.      Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan.
6.      Nyeri berhubungan dengan  proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
7.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
8.      Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
9.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang mengancam hidup.


C.    Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain
1.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi
1.      Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2.      Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
3.      Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
4.      Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran
5.      Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6.      Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru
Tujuan : anak dapat menunjukan pola napas yang efektif
Intervensi
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan, termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas.
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan, Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
3.  Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien    turun sari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
4.Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
5.Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

3.      Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
Tujuan :Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Intervensi
1.      Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 oC
R/ : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi
2.      Beri antipiretik sesuai petunju
R/ : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
3.      Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
R/ : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4.      Beri antimikroba/antibiotik jira disaranka
R/ : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab.
5.      Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan demam
R/ : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi
4.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil anak mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
1.      Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
2.      Beri makanan yang disukai anak
R/ : Untuk mendorong agar anak mau makan
3.      Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
R/ : Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan
4.      Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
R/ : Ketika anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi perawat maupun orang tua untuk memberikan makanan sehingga porsi yang disediakan dihabiskan
5.      Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
R/ : Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabiskan porsi makanan yang disediakan
6.      Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ : Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi nutrisi tambahan dapat diimplementasikan bila pertumbuhan mulai melambat atau berat badan turun
7.      Berikan obat antijamur sesuai instruksi
R/ : Untuk mengobati kandidiasis oral
5.         Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang tua mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
1.      Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2.      Tingkat tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3.      Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4.      Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya sayuran segar, buah, sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
5.      Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin dapat meningkatkan motilitas usus
6.      Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif fokal
6.         Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau peka rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Intervensi :
1.      Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
2.      Untuk bayi dapat dicoba tindakan kenyamanan umum (misalnya: mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus lingkungan
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
3.      Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
4.      Rencanakan jadual awal pencegahan bila analgesik efektif dalam mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
5.      Anjurkan penggunaan premedikasi untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
6.      Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan
7.         Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
Intervensi :
1.      Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R/ : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2.      Pantau tanda-tanda vital.
R/ :     hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan kekurangan cairan.
3.      Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4.      Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R/ :    kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
5.      Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
8.         Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan kriteria hasil : infeksi virus herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang terinfeksi dan orang tua mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1.      Pasang alat pelembab dalam rumah untuk menghindari kulit terlalu kering
R/ : Kulit yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit sehingga perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
2.      Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah terjadinya perluasan infeksi kulit
3.      Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan kulit, apa bila jika dilakukan dengan keras/kuat
4.      Kulit yang mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu terjadinya luka pada kulit yang bersisik
5.      Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit tidak meluas
9.         Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang mengancam hidup
Tujuan : Pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat dan keluarga dapat terlibat dengan kelompok-kelompok khusus
Intervensi :
1.      Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dan dukungan
R/ : dengan mengkaji masalah yang dihadapi keluarga perawat dapat membuat rencana intervensi yang tepat serta dapat melakukan pendekatan dengan keluarga dengan cara yang tepat.
2.      Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
R/ : Tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya sangat diperlukan perawat dapat menentukan intervensi yang tepat
3.      Tekankan dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan serta prognosanya
R/ : penjelasan yang tepat dari profesional akan mempertegas bahwa informasi yang didapatkan tentang penyakit dan terainya tersebut tepat
4.      Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
R/ : Untuk memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam merawat klien
5.      Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
R/ : Menginteoretasikan perilaku dan respon bayi atau anak secara tepat dapat membantu keluarga dalam mengambil keputusan kapan harus lapor perawat atau dokter
6.      Sambut keberadaan keluargatanpa batas
R/ : untuk meningkatkan hubungan keluarga
7.      Dorong keluarga untuk memberikan barang-barang yang berarti dan dapat diatur pada anak
R/ : Untuk memberikan rasa aman
8.      Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS Indonesia)
R/ : untuk dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya pelayanan sosial, rohaniawan dan yayasan HIV AIDS Indonesia

KASUS HIV PADA ANAK

            Ny. S membawa anaknya ke rumah sakit karena anaknya batuk terus- terusan dan di sertai sesak napas.menurut Ny S sudah sekitar seminggu batuk anaknya tidak mau berhenti dan dua hari yang lalu batuknya mulai disertai sesak napas. klien kelihatan tampak sesak.
Ibu klien mengatakan anaknya diare, terus – terusan buang air besar sampai 5 x dalam sehari. klien tampak lemah,mata cekung.klien demam dan tidak mau menyusui.anak kelihatan agak kurus dan sudah tidak beraktivitas sebagaimana biasanya. Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya. Setelah di lakukan pemeriksaan di dapatkan
TTV                  Suhu             : 38,5 º  C       
- Nadi             : 120x/m
- Pernafasan   : 28x / m
- TD                 : 95/60 mmHg













BAB II
TINJAUAN KASUS

A.    PENGKAJIAN  PERAWATAN ANAK
I.       Identitas Klien :
Nama/nama panggilan       : An. J
Tempat tanggal lahir/usia  : kendari, 20 Mei 2010
Jenis Kelamin                       : perempuan
A g a m a                               : Islam
Pendidikan                           : -
Alamat                                   : BTN revalina Blok C No.3
Tanggal masuk                     : 24 Mei 2011
Tanggal pengkajian                         : 25 Mei 2011
Diagnosa Medik                   : HIV-AIDS
II.    Identitas Orang Tua
1.      Ayah
a.      N  a  m  a                   : Tn. Budi
b.      U  m  u  r                    : 28 tahun
c.       Pendidikan               : SMP
d.     Pekerjaan                   : Pedagang
e.      A g a m a                   : Islam
f.        A l a m a t                  : BTN revalina Blok C No.3
2.       Ibu
            a. N  a  m  a               : Ny. S
            b. U s i a                     : 22 tahun
            c. Pendidikan            : SMP
            d. Pekerjaan              : Ibu Rumah Tangga
            e. A g a m a               : Islam
            f. A l a m a t               : BTN revalina Blok C No.3

3.      Identitas Saudara Kandung
No.
N  a  m  a
U s i a
Hubungan
Status Kesehatan
1.
-
-
-
-

III. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
IV. Riwayat Kesehatan.
1.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai disertai sesak napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak semalam klien
 demam dan di perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke rumah sakit.
2.      Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1)      Prenatal Care
ü  Pemeriksaan kehamilan  1 kali
ü  Keluhan selama hamil  Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
ü  Riwayat terkena sinar  tidak ada
ü  Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
ü  Imunisasi 2 kali
ü  Golongan darah  Ibu : O /golongan darah ayah : A

2)      N a t a l
ü  Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
ü  Lama dan jenis persalinan  : Spontan/normal
ü  Penolong persalinan  Dokter Kebidanan
ü  Tidak ada  komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
3)      Post Natal
ü  Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 47 cm
ü  Pada saat lahir kondisi anak baik
(untuk semua usia)
·         Penyakit  yang pernah dialami  demam setelah imunisasi
·         Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
·         Imunisasi belum lengkap
·         Alergi belum nampak
·         Perkembangan anak  dibanding saudara-saudara  : Anak pertama
V.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga    : Ibu klien positif  HIV











Genogram

   50
  60
  64
   60
1thn
   37
   30
  20
  27
  35
   25
   27
Keterangan :                          : Laki-laki                       = Meninggal        
  
 
                                                   : Perempuan       --------  = Serumah

                                                   : Klien                             = Garis keturunan

Penjelasan :
Generasi I  = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang sama dengan klien
Generasi II  = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan klien
Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di RS dengan diangnosa postif HIV.



VI. Riwayat Imunisasi

No.

Jenis Imunisasi
Waktu Pemberian
Reaksi setelah pemberian
1.
BCG
1 bulan
Demam
2.
DPT
1 bulan
Demam
3.
Polio
-
-
4.
Campak
-
-
5.
Hepatitis
Lupa
lupa

VII.            Riwayat Tumbuh Kembang
a.      Pertumbuhan Fisik
1.      Berat Badan  : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2.      Tinggi Badan : PB lahir 47 cm, PB masuk RS : 45 Cm

b.      Perkembangan tiap tahap
      Usia anak saat :
1.      Berguling                        : 5 bulan
2.      Duduk                 : 8 bulan
3.      Merangkak          : 10 bulan
4.      Berdiri                  :  12 bulan
5.      Berjalan                :  belum
6.      Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
7.      Bicara pertama  kali       : memanggil ibunya
8.      Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh

VIII.    Riwayat Nutrisi
a.       Pemberian ASI
1.      Pertama kali di susui : setengah jam setelah lahir
2.      Cara Pemberian      : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3.      Lama Pemberin      : 10 - 15 manit
4.      Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b.      Pemberian Susu Formula : SGM
c.       Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia  sampai nutrisi saat ini
U s  i   a
Jenis Nutrisi
Lama Pemberian
1.      0  - 6
2.      7- saat ini
 ASI
Asi dan susu formula
10- 15 menit
Setiap saat

IX. Riwayat Psiko Sosial
·         Anak tinggal di rumah
·         Lingkungan berada di tepi kota
·         Rumah  tidak ada fasilitas lengkap
·         Di Rumah tidak ada tangga yang  berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
·         Hubungan antar anggota kelurga  baik
·         Pengasuh anak adalah  orang tua

X.    Riwayat spiritual
·         Anggota Keluarga cukup  taat melaksanakan ibadah
·         Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan


XI. Reaksi Hospitalisasi
a.       Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
-          Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan anaknya yang tiba – tiba sesak napas
-          Dokter menceritakan tentang kondisi anaknya tetapi kelihatannya orang tua  belum mengerti  hal ini dibuktikan dengan  ekspresi wajah orang tua  dan pertanyaan  yang timbul sekitar keadaan anaknya
-          Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu menanyakan kondisi anaknya
-          Orang tua selalu menjaga anaknya  bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga yang lain.
b.      Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara.

XII.        Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi
Sebelum Sakit
Saat  sakit
1.      Keinginan Menyusu
2.      Frekwensi Menyusui
3.      Susu formula
Baik
7 kali
Baik
Kurang
Kurang sekali
Kurang sekali



b. Cairan
Kondisi
Sebelum sakit
Saat sakit
1.      Jenis minuman
2.      Frekwensi minum
3.      Kebutuhan cairan
4.      Cara pemberian
ASI
Setiap kali haus
Tidak diketahui
ASI
Tidak ada
Sering
Tergantung
Infuse

c.  Eliminasi  (BAB & BAK)
Kondisi
Sebelum sakit
Saat sakit
1.      Tempat pembuangan
2.      Frekwensi/waktu

3.      Konsistensi
4.      Kesulitan
5.      Obat pencahar
Kain sarung

BAK= sering BAB =  2 x sehari

Sering encer
Tidak ada
Tidak pernah
 Digunakan
Popok

BAK = sering, BAB = 4-5x sehari

Encer
Tidak ada


d.Istirahat/Tidur
Kondisi
Sebelum sakit
Saat sakit
1.      Jam tidur
-          Siang
-          Malam
2.      Pola tidur


3.      Kebiasaan sebelum tidur
4.      Kesulitan tidur


11.00 – 13.00
 Jam 20.00- 06.00
Tidur dilaksanakan
 pada siang dan malam hari
Menyusu


Gelisah

Jam 12.00-13.00
Jam 21.00-7.00
Tidur dilaksanakan
 pada siang dan malam hari
Menyusu


Sering terbangun
 karena popoknya
 basah oleh feses.
e. Olahraga
Tidak dikaji
f.   Personal Hygiene
Kondisi
Sebelum sakit
Saat sakit
1.      Mandi
-          Cara

-          Frekwensi

-          alat mandi

2.      Cuci rambut
-          frekwensi
-          Cara

3.      Gunting kuku
-          frekwensi
-          Cara



Dikerjakan oleh orang tua
2 x sehari

Sabun

Kadang-kadang
Tidak menentu
Dikerjakan oleh orang tua
Setiap kali kuku
 terlihat panjang
Di kerjakan oleh orang tua

Tidak  pernah mandi
 hanya dilap badan
1x sehari/melap
badan
Pake air hangat

belum pernah
 dilakukan


belum pernah
 dilakukan





g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji
XIII.     Pemeriksaan Fisik
a.      Keadaan umum klien :  lemah gelisah dan batuk sesak
ü  Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
ü  Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b.      Tanda-tanda vital:
- Suhu             : 38,5 º  C
- Nadi             : 120x/m
- Pernafasan   : 70 x / m
- TD                 : 95/60 mmHg
c.       Antropometri
                        - Panjang badan                    : 50 cm
                        - Berat badan                         : 5 kg
                        - Lingkaran lengan atas       : tidak dikaji
                        - lingkaran kepala                : tidak dikaji
                        - lingkaran dada                   : tidak di kaji
                        - Lingkaran perut                 :tidak dikaji
                        - Skin fold                              : tidak dikaji
d.     Head To Toe
o   Kulit  :
Pucat dan turgor kulit agak buruk
o   Kepal dan leher :
Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada peradangan
o   Kuku :  Jari tabuh
o   Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
o   Hidung   :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi,  tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal
o   Telinga    :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
o   Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan perdarahan  pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
o   Leher.      Terjadi peradangan pada eksofagus.
o   Dada : dada masih terlihat normal
o   Abdomen            : Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat  dan perut mules dan mual.
o   Perineum dan genitalia           
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
o   Extremitas atas/ bawah           
Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
e.      Sistem Pernafasan
·         Hidung    : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
·         Leher        : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
·         D a d a      :
-          Bentuk dada : Normal
-          Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal :  1 : 1
-          Gerakan dada           : simetris, tidak terdapat retraksi
-          Suara nafas    : ronki
-          Suara nafas tambahan : ronki
·         Tida ada clubbling finger
f.        Sistem kardiovaskuler :
·         Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi
·         Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
·         Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
·         Capillary refilling time > 2 detik
g.      Sistem pencernaan:
-          Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
-          Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang menyerang usus
-          Gaster  : nafsu makan menurun,  mules, mual muntah, minum normal,
-          Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h.      Sistem indra
1.      Mata : agak  cekung
2.      Hidung : Penciuman kurang baik,
3.      Telinga
-          Keadaan daun telinga : kanal auditorius  kurang bersih akibat benyebaran penyakit
-          Fungsi pendengaran kesan baik
i.        Sistem Saraf
1.      Fungsi serebral:
ü  Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
ü  Bicara : -
ü  Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
2.      Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
3.      Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh   orang tua
4.      Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
5.      Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan  kesan normal
6.      Refleks : bisip, trisep,  patela dan babinski terkesan normal.
j.        Sistem Muskulo Skeletal
1.      Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2.      Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas bergerak,  aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3.      Lutut :  tidak bengkak, tidak kaku,  gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4.      Tangan  tidak bengkak,  gerakan dan ROM aktif
k.      Sistem  integumen
ü  warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
ü  suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l.        Sistem endokrin
·         Kelenjar tiroid  tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
·         Suhu tubuh tidak tetap, keringat  normal,
·         Tidak ada riwayat diabetes
m.   Sistem Perkemihan
·         Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
·         Tidak ditemukan odema
·         Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n.      Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis  dan orificium  uretra eksterna  merah dan gatal
o.      Sistem Imun
·         Klien tidak ada riwayat alergi
·         Imunisasi lengkap
·         Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
·         Riwayat transfusi darah tidak ada
XIV.     Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
·         6 tahun ke atas
Tidak di kaji karena klien saat ini masih berumur satu tahun
XV.         Terapi Saat ini  :
·         Infus RL 20 tts/m
·         Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
·         Keperawatan :
ü  Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
ü  Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
ü  Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
ü  Mengatasi dampak psikososial
ü  Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Hasil Laboratorium tanggal 23Mei 2011:  Tidak dikaji

XVI.     Klasifikasi Data
·         Data Subjektif
-          Ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
-          Ibu  klien mangatakan anaknya demam tinggi dan terus-menerus
-          ibu klien mengatakan, klien tidak mau menyusu/tidak minum susu
-          Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
-          ibu klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
-          ibu klien mengatakan anaknya tidak dapat beraktivitas
-          ibu klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di bawa ke RS.
·         Data Objektif
-          Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
-          Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C,  Nadi         : 120x/m, P : 28x /m dan TD : 95/60 mmHg
-          Klien nampak tidak mau disusui, berat badan klien turun dari 6kg menjdi 5 kg
-          Klien nampak selalu  BAB dan diRS terhitung 4-5/kali
-          Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
-          Klien tampak sangat lemah
-          Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

XVII.  Prioritas Data
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
DS       : Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO      : Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru.
DS : keluarga klien mengatakan anaknya susah bernapas
DO : klien tampak kelihatan sesak
3.      Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
DS       : Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
DO      : Klien nampak teraba panas dengan suhu 38,5 0C,  Nadi : 120x/m, P : 28x / m dn TD : 95/60 mmHg
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
DS          : Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air   besar dan encer
DO        :Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan di RS
                 terhitung 4-5/kali. Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
5.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
DS :
-          Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau menyusu
-          Ibu klien mengatakan anaknya susah menyusui akibat luka-luka pada mulutnya
DO : Klien nampak cengeng bila ingin disusui, BB klien turun dari 6 kg menjadi 5 kg.
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
DS : Ibu klien mengatakan anaknya tidak bisa beraktivitas sebagai mana biasanya.
DO : klien tampak sangat lemah
7.      Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
DS   : Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di bawa ke RS.
DO         :  Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVIII.              Analisa Data
No
Data
Etilogi
Masalah
1
DS       :
-          Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO      :
-          Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
Kandidiasis
 

Menginfeksi bronkus
 

Aktivitas bronkus berkurang
 

Penumpukan sekret
 

Batuk inefektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif


2














3



DS :
keluarga klien mengatakan anaknya susah bernapas
DO :
 Klien tampak kelihatan sesak








DS       :
-          Keluarga klien
mangatakan anaknya demam terus-menerus
DO      :
-          Klien nampak teraba panas dengan suhu 38,5 0C,  Nadi   : 120x/m, P : 28x / m dn TD : 95/60 mmHg
Menginfeksi bronkus
Aktivitas bronkus berkurang
Peningkatan sekret bronkial
Penumpukan sekret
Pengembangan ekspansi paru menurun
Seak naf
Kuman mengeluarkan endotoksin
 

Merangsang pengeluaran zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yg meradang
 

Melepas zat IL-1,
prostaglandin E2 (pirogen leukosi & pirogen endokrin
 

Mencapai hipotalamus (set point)
Pola napas tidak efektif












Hipertermi

4
DS :
-          Keluarga klien
mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
DO :
-          Klien nampak selalu BAB dan diRS
-           terhitung 4-5/hari
Invasi virus ke dlm tubuh

Masuk ke sirkulasi

Masuk ke saluran gastrointerstinal
 

Peningkatan gerak peristaltik usus
 

Diare
Intake inadekuat
Kekurangan volume cairan
5
DS :
-          Keluarga klien
mengatakan, klien
 tidak mau
 makan/malas makan
-          Ibu klien mengatakan anaknya susah
 menelan akibat luka-luka pada mulutnya
DO :
-          Klien nampak cengeng bila ingin diberi
 makan dan porsi
 makannya tidak habis serta BB turun
 menjadi 6 kg dari
 5kg.
kandidiasis

Lesi oral
 

Ketidakmampuan menyusu

Perubahan indra pengecap
 

Menurunkan keinginan menyusu

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6
DS       :
-          ibu klien mengatakan anaknya malas
-           beraktivitas
DO      :
-          klien kelihatan tampak lemah
kandidiasis

Lesi oral
 


Ketidakmampuan menyusu

Menurunkan keinginan menyusu

Tubuh lemah
Intoleransi aktivitas
7
DS :
-          Keluarga klien
 mengatakan sangat
 khawatir dengan
 kondisi anaknya,
 maka dari itu
 anaknya di bawa ke
 RS.
DO :
-          Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
AIDS
 

Perubahan status kesehatan
 

Kurang informasi

Merasa ketakutan akan penyakit anaknya

Cemas

B.     DIAGNOSA
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
2.      Pola napas tidk efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3.      Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
5.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7.      Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
 
INTERVENSI
DIAGNOSA
TUJUAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
DS       :
-          Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO      :
-          Klien selama di RS
 nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak


Anak menunjukkan jalan nafas
 yang efektif

Klien merasa nyaman ketika bernapas
Klien menunjukkan pola napas yang efektif
ü  Auskultasi area paru,
 catat area
penurunan/tidak ada aliran udara dan
 bunyi napas
 adventisius

ü  kaji ulang
 tanda-tanda vital (irama
 dan frekuensi, serta gerakan dinding dada

ü  Bantu pasien latihan napas sering.






ü  Penghisapan sesuai indikasi



ü  Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
 (kecuali kontraindikasi)

ü  Memberikan obat yang
 dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas
 (seperti bronchodilator
ü  Penurunan aliran udara
 terjadi pada
 area konsolidasi dengan cairan.



ü  pernapasan dangkal dan
 gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.

ü  Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil


ü  Merangsang batuk atau
 pembersihan jalan napas
 secara mekanik
ü  Cairan (khususnya yang hangat)
 memobilisasi dan mengeluarkan sekret

ü  alat untuk
 menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret.
2. pola
 napas tidak efektif
Ditandai dengan :
DS :
 Keluarga klien mengatakan anaknya
 susah bernapas
DO :
 klien tampak kelihatan sesak


















3.Hipertermi berhubungan dengan
 pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
DS       :
-          ibu klien
mangatakan anaknya demam terus-menerus
DO      :
Klien nampak teraba panas dengan suhu 38,5 0C,  Nadi            : 120x/m, P : 28x / m dn TD : 95/60 mmHg


Anak dapat menunjukan pola napas
 yang efektif


























































Anak akan
mempertahankan suhu
 tubuh kurang dari
 37,5 oC

klien
-        Menunjukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.




















Klien menunjukkan suhu
 yang normal.
Klien mampu menunjukkan TTV
 yang normal :
 suhu 36’5
 0C,  Nadi : 80x/m, P : 20x / m dn
 TD : 110/80 mmHg

ü kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan,
ü Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.


ü Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi.
ü Observasi pola batuk dan karakter sekret.


ü Berikan oksigen tambahan.






ü Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal.

ü  Pantau suhu
 tubuh anak
 setiap 1-2 jam, bila terjadi
 peningkatan secara tiba-tib
ü  Beri antimikroba/antibiotik jika
 disaranka



ü  Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak
ü  Kolaboratif :
Beri antipiretik sesuai petunju

ü Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas.
ü Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan.
ü Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
ü Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi.
ü Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.






ü  Lingkungan yang sejuk
 membantu menurunkan suhu tubuh
 dengan cara
 radiasi
ü  Peningkatan suhu secara
 tiba-tiba akan
 mengakibatkan kejang

ü  Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab
ü  Kompres hangat efektif
 mendinginkan tubuh melalui
 cara konduksi
ü  Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
4. Kekurangan volume
 cairan berhubungan dengan
 pemasukan dan pengeluaran.
DS :
-          Ibu klien
mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
DO :
-          Klien nampak selalu BAB dan diRS terhitung 4
-5/hari.
- Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata

keseimbangan cairan
 tubuh adekuat

Tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai)
ü  Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.


ü  Pantau tanda-tanda vital.



ü  Letakkan pasien pada
 posisi yang
 sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.

ü  Pantau suhu
 kulit, palpasi denyut perifer.





ü  Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander.
ü  dokumentasi yang akurat
 akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan.
ü  hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
 cairan.
ü  Elevasi kepala
 dan posisi
 miring akan
 mencegah terjadinya aspirasi dari
 muntah.

ü  Kulit yang
 dingin/lembab, denyut yang
 lemah mengindikasikan penurunan
 sirkulasi perifer.
ü  Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.
5 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS :
-          Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau menyusu
-          Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan
DO : Klien nampak cengeng bila ingin
 Disusui.

Pasien mendapatkan nutrisi yang
 optimal dengan kriteria hasil
 anak mengkonsumsi jumlah
 nutrien yang cukup

Nafsu menyusu meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur

ü  Berikan makanan dan
 kudapan tinggi kalori
 dan
 protein
ü  Beri makanan
 yang disukai
 anak
ü  Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi.
ü  Berikan makanan ketika anak
 sedang mau makan dengan baik

ü  Gunakan kreativitas untuk mendorong anak

ü  Pantau berat

  badan dan
 pertumbuhan
ü  Kolaboratif :
 obat antijamur sesuai instruksi
ü  Untuk memenuhi kebutuhan tubuh

ü  Untuk mendorong agar anak mau makan
ü  Untuk memaksimalkan kualitas
asupan makanan
ü  Ketika anak
mau makan
adalah kesempatan yang berharga
 bagi perawat
 maupun orang
 tua.
ü  Dapat menarik minat anak
 untuk makan
 dan menghabiskan porsi makanan
ü  Pemantauan berat badan
 dilakukan sehingga intervensi nu
ü  Untuk mengobati kandidiasis oral

6.Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
 kelemahan
DS : Ibu
 klien mengatakan anaknya
 tidak bisa
 beraktivitas sebagai mana biasanya.
DO : klien tampak sangat lemah










Adanya peningkatan toleransi aktivitas
























-Anak dapat beraktivitas sebagaimana biasanya

-anak tidak tampak lemah

ü Evalusi respon terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan
ü Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
ü  Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.





ü   Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan pilihan intervensi
ü   Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

ü   Klien mungkun nyaman dengan kepala tinggi

7.kecemas
DS :
Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya
DO      :  Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi
 anaknya.


Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Keluarga Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
ü  Kenali masalah keluarga dan
 kebutuhan akan informasi dan dukungan


ü  Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan
 rencana perawatan

ü  Tekankan dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak.



ü  Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit.

ü  Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
ü  Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS Indonesia







ü  Dengan mengkaji masalah yang
 dihadapi keluarga perawat dapat
 membuat rencana intervensi yang tepat.
ü  Tingkat pemahaman keluarga  sangat diperlukan perawat untuk
 menentukan intervensi
ü  penjelasan yang tepat dari
 profesional akan mempertegas bahwa informasi yang didapatkan tentang penyakit dan
 terapinya tersebut tepat
ü  Untuk memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam
 merawat klien
ü  Menginteoretasikan perilaku
 dan respon
 bayi atau anak
 secara tepat
membantu keluarga dalam mengambil keputusan
untuk dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya pelayanan sosial.





           














IMPLEMENTASI  DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
25-05-2011

07.30
ü  Mengauskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius
ü  Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
ü  Membantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
ü  menghisap sesuai indikasi
ü  Memberikan cairan
 sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
 Tawarkan air hangat dari pada dingin
ü  Memberikan obat yang
 dapat meningkatkan
 efektifnya jalan nafas

26 Mei  2011, jam 07.30 Wita
S:
Ibu pasien mengatakan anak masih sesak
O:
w Klien Masih nampak gelisah
w Nampak sesak

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi 3,4,5 dan 6 dilanjutkan









NO DX/ Tgl
JAM
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

25-05-2011










08.00
ü  mengkaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru.
ü  .mengAuskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
ü   meninggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
ü  mengobservasi pola batuk dan karakter sekret.
ü  memberikan oksigen tambahan.
ü  memberikan humidifikasi tambahan, mis : nebuliser ultrasonik.



26- 05-2011, JAM 08.00

S : ibu klien mengatakan pola nafas anaknya sudah agak baikan

O : klien nampak bernafas dengan normal tetapi belum terlalu pulih

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan
(intervensi 3,4 dan 5)






No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody

25-05-2011

09.00



















ü  Mempertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 oC
ü  Memantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
ü  Memberikan antimikroba/antibiotik jira disaranka
ü  Memberikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan demam
ü  Kolaboratif :
Beri antipiretik sesuai
 petunjuk
Ø   
26 Mei 2011, jam 10.00 wita
S:
w Ibu pasien mengatakan anaknya masih demam

O: Klien Nampak teraba panas.

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi  1,4 dan 5 dilanjutkan










No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare

25-05-2011





11.00









ü  Mengukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
ü  Memantau tanda-tanda vital.
ü  Meletakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
ü  Memantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
ü  Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.

26 Mei 2011, jam 12.00 Wita
S:
w  Ibu pasien mengatakan anaknya sering BAB
O:
w Pasien Nampak kulitnya kering, cekung pada mata

A: Masalah belum teratasi.

P: Intervensi  1,4 dan 5 di lanjutkan



No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
25-05-2011




12.30









ü  Memberikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
ü  Memberi makanan yang disukai anak
ü  Perkaya makanan dengan
 suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
ü  Memberikan makanan ketika
 anak sedang mau makan
 dengan baik
ü  Mengunakan kreativitas untuk mendorong anak
ü  Memantau berat badan dan
 pertumbuhan
ü  Kolaboratif : Berikan obat antijamur sesuai instruksi
26  Mei 2011, jam 13.30 Wita
S:
w  Ibu pasien mengatakan klien tidak mau makan/malas makan
O:
w Pasien Nampak cengeng bila mau makan

A: Masalah belum teratasi.

P: Intervensi ditingkatkan.




No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Intoleransi aktivitas

25-05-2011





14.30









ü  mengevalusi respon terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan TTV selama dan aktivitas.
ü  memberikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
ü   Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.


26 Mei2011, jam 14.30 Wita
S:
w  ibu pasien mengatakan anaknya belum bisa beraktivitas seperti biasa
O:
w klien masih tampak lemah

A: Masalah belum teratasi.

P: Intervensi ditingkatkan.





No.DX/Tgl
J A M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Kecemas keluarga berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien

25-05-2011





15.30









ü  Mengenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dan dukungan
ü  Mengkaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
ü  Tekankan dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan serta prognosanya
ü  Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
ü  Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
ü  Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan HIV/AIDS Indonesia)
26 Mei 2011, jam 16.30 Wita

S:
w  Keluarga pasien mengatakan sudah tenang melihat kondisi anaknya.
O:
w Keluarga pasien sudah cukup rileks

A: Masalah belum teratasi.

P: Intervensi dipertahankan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar