BAB I
KONSEP MEDIS
A.
DEFENISI
Katarak
adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada
lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa),
denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak
bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi
Katarak
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam
mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas
karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada
setiap lensa mata dapat bervariasi.
B.
ETIOLOGI
Ä Ketuaan (
Katarak Senilis )
Sebagian
besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
Ä Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
Ä Penyakit
mata lain ( Uveitis )
Ä Penyakit sistemik
( Diabetes Mellitus )
Ä Defek
kongenital
Salah satu
kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German
measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan (
diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )-
Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).
Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )-
Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).
C.
KLASIFIKASI
Berdasarkan
garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1.
Katarak perkembangan ( developmental )
dan degenerative.
2.
Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat
trauma pada lensa mata.
3.
Katarak komplikata (sekunder) : penyakit
infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya
kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat
di bagi dalam
a.
Katarak kongeniatal : katarak yang di
temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b.
Katarak juvenil : katarak yang terjadi
sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c.
Katarak presenil, yaitu katarak sesudah
usia 30-40 tahun
d.
Katarak senilis : katarak yang terjadi
pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif (
kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun
tahapan katarak senilis adalah :
·
Katarak insipien : pada stadium insipien
(awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan
yang tidak teratur.penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
·
Katarak immataur : lensa masih memiliki
bagian yang jernih
·
Katarak matur : Pada stadium ini proses
kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian
lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat
ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan
melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala
yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
-
Penglihatan berkabut atau justru terlalu
silau saat melihat cahaya.
-
Warna terlihat pudar.
-
Sulit melihat saat malam hari.
-
Penglihatan ganda saat melihat satu
benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak bertambah luas.
·
Katarak hipermatur : terdapat bagian
permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan
perdangan pada struktur mata yang lainya.
D.
PATOFISIOLOGI
Lensa yang
normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior
merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan
fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan
silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses
ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa
terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes)
tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV,
obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama.
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan
gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh
kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan
tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil
akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi
negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap
selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih
kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara
khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang
salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata
hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.Gejala
umum gangguan katarak meliputi :
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut
menghalangi objek.
- Peka terhadap sinar atau cahaya.
- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat
membaca.
- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca
susu.
Gangguan penglihatan bisa berupa :
-
Kesulitan melihat pada malam hari
-
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya
terasa menyilaukan mata
-
Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang
hari )-
Gejala
lainnya adalah :
-
Sering berganti kaca mata
-
Penglihatan sering pada salah satu mata.
-
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan
peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
F.
KOMPLIKASI
Ambliopia
sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus. dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus. dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis
G.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
v Kartu
mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
v Lapang
Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
v Pengukuran
Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
v Pengukuran
Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
v Tes
Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
v Oftalmoskopi
: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
v Darah
lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
EKG, kolesterol serum, lipid
EKG, kolesterol serum, lipid
v Tes
toleransi glukosa : kontrol DM
v Keratometri.
v Pemeriksaan
lampu slit.
v A-scan
ultrasound (echography).
v Penghitungan
sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi
v USG
mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H.
PENATALAKSANAAN
Bila
penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Pembedahan
katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan
lensa
Ada dua macam
teknik pembedahan ynag bias digunakan untuk mengangkat lensa:
·
Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat
dengan meninggalkan kapsulnya.
·
Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa
beserta kapsulnya.-
Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2) Penggantian
lensa
Penderita
yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan
sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan
lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler
dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.Untuk mencegah infeksi,
mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu
setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari
cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang
terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun
penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
a)
Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan
pembedahan diperbolehkan :
-
Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan
terlalu lama
-
Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
-
Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak
mandi atau pancuran
-
Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi;
condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
b)
Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam
hari; mengenakan kacamata pada siang hari
c)
Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada
posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak boleh telengkup
d) Aktivitas
dengan duduK
e)
Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
f)
Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari
lantai
g)
Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
-
Tidur pada sisi yang sakit
-
Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
-
Mengejan saat defekasi
-
Memakai sabun mendekati mata
-
Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
-
Berhubungan seks
-
Mengendarai kendaraan
-
Batuk, bersin, dan muntah
-
Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut
saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala:
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b.
Neurosensori
Gejala: Gangguan
penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskasn kerja dengan dekat atau
merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda:
Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
Ketidaknyamanan ringan atau mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat
keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan
vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin,
diabetes. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pertimbangan rencana pemulangan
DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari
(biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien rawat jalan). Memerlukan bantuan
dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.
f. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
- Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau
penurunan ketajaman penglihatan
- Mencegah komplikasi
- memberikan informasi tentang proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan Pemulangan
- Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik
mungkin
- Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif
- Komplikasi dicegah atau diminimalkan
- Proses penyakit atau prognosis dan program terapi
dipahami
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan
berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2.
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur,
perdarahan intraokuler.
3.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan
dan mengingat, keterbatasan kognitif.
4.
Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan /
tindakan pembedahan.
5.
Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
6.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
7.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur
tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
C. INTERVENSI
1. Gangguan
persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria
Hasil :
a. Mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi
:
ü Tentukan
ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi.
Penemuan dan
penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü Orientasikan
klien tehadap lingkungan.
Meningkatkan keamanan mobilitas
dalam lingkungan.
ü Perhatikan
tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata.
Cahaya yang
kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator
ü Letakkan
barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak
dioperasi.
Komunikasi yang disampaikan dapat
lebih mudah diterima dengan jelas.
2.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan
fungsi sensori penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
Tujuan:
Menyatakan
pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
a.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
b.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk
meningkatkan keamanan.
Intervensi :
ü Diskusikan
apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
Kondisi mata post operasi
mempengaruhi visus pasien
ü Beri klien
posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
Posisi menentukan tingkat kenyamanan
pasien.
ü Batasi
aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Aktivitas berlebih mampu
meningkatkan tekanan intra okuler mata
ü Ambulasi
dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Visus mulai berkurang, resiko cedera
semakin tinggi.
ü Minta klien
membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki
kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Pengumpulan Informasi dalam
pencegahan komplikasi
3.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan
dan mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Klien
menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan
dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
ü Pantau
informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü Tekankan
pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü Identifikasi
tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü Anjurkan
klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, dll.
Aktivitas-aktivitas tersebut dapat
meningkatkan tekanan intra okuler.
ü Anjurkan
klien tidur terlentang
Tidur terlentang dapat membantu
kondisi mata agar lebih nyaman.
4.
Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan /
tindakan pembedahan.
Tujuan:
Klien tidak
terlihat cemas lagi
Kriteria Hasil:
a.
Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa
cemas/takutnya.
b.
Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan
kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
c.
Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan
tentang pembedahan.
Intervensi :
ü Beri
kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
Mengungkapkan rasa takut secara
terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
ü Observasi
tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan
akibat kecemasan.
ü Beri
penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
Meningkatkan
pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif
ü Beri
penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.
Mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan .
ü Lakukan
orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas
Mengurangi perasaan takut dan cemas.
5.
Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
Tujuan :
Nyeri
berkurang / hilang
Kriteria Hasil:
a.
Klien tampak lebih rileks
b.
Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah
berkurag / hilang
c.
Skala nyeri adalah 1
Intervensi :
ü Kurangi
tingkat pencahayaan
Pencehayaan lebih rendah pada
kondisi post pembedahan akan membantu mengurangi rasa nyeri
ü Bantu
penggunaan kaca mata yang hitam pada cahaya yang terlalu terang
Cahaya yang kuat menyebabkan rasa
tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator
ü Kolaborasikan
pemberian analagesik
Untuk membantu mengurangi rasa nyeri
6.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
Tujuan :
Klien lebih
mampu memenuhi perawatan diri
Intervensi :
ü Beri
instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau- gejala
komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü Berikan
instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik
yang benar memberikan obat.
Pemakaian teknik yang benar akan
mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.
ü Evaluasi
Perlunya bantuan setelah pemulangan.
Sumber daya harus tersedia untuk
layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
ü Ajari pasien
dan keluarga teknik panduan penglihatan.
Memungkinkan tindakan yang aman
dalam lingkungan.
7.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur
tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
Tujuan :
Tidak
terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan
penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
Intervensi :
ü Ciptakan
lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar.
Mengurangi kontaminasi dan paparan
pasien terhadap agen infektious.
ü Jaga area
kesterilan luka operasi
Mencegah dan mengurangi transmisi
kuman.
ü Lakukan
teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
Mencegah kontaminasi pathogen
ü Kolaborasi
terapi medik pemberian antibiotika profilaksis
Mencegah
pertumbuhan dan perkembangan kuman.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan
Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata.
Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Tidak ada komentar:
Posting Komentar