Powered By Blogger

Sabtu, 28 Januari 2012

askep katarak

 
BAB I
KONSEP MEDIS
A.    DEFENISI
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi
Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.


B.     ETIOLOGI

Ä  Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
Ä  Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
Ä  Penyakit mata lain ( Uveitis )
Ä  Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
Ä  Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
 Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )
-
 Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).

C.    KLASIFIKASI

Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :

1.        Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2.        Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3.        Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4.        Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam
a.       Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b.      Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c.       Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d.      Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
·         Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
·         Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
·         Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
-          Penglihatan berkabut atau justru terlalu silau saat melihat cahaya.
-          Warna terlihat pudar.
-          Sulit melihat saat malam hari.
-          Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak bertambah luas.
·         Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.

D.    PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
E.     MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.Gejala umum gangguan katarak meliputi :
  • Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
  • Peka terhadap sinar atau cahaya.
  • Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
  • Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  • Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gangguan penglihatan bisa berupa :
-          Kesulitan melihat pada malam hari
-          Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
-          Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )-
Gejala lainnya adalah :
-          Sering berganti kaca mata
-          Penglihatan sering pada salah satu mata.
-          Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
F.     KOMPLIKASI
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus
. dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis
G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
v  Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
v  Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
v  Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
v  Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
v  Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
v  Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
v  Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
EKG, kolesterol serum, lipid
v  Tes toleransi glukosa : kontrol DM
v  Keratometri.
v  Pemeriksaan lampu slit.
v  A-scan ultrasound (echography).
v  Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi
v  USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

H.    PENATALAKSANAAN
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1)      Pengangkatan lensa
Ada dua macam teknik pembedahan ynag bias digunakan untuk mengangkat lensa:
·           Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.
·           Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa beserta kapsulnya.- Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2)      Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
a)      Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan :
-          Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
-          Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
-          Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
-          Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
b)      Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang hari
c)      Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak boleh telengkup
d)     Aktivitas dengan duduK
e)      Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
f)       Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
g)      Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
-          Tidur pada sisi yang sakit
-          Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
-          Mengejan saat defekasi
-          Memakai sabun mendekati mata
-          Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
-          Berhubungan seks
-          Mengendarai kendaraan
-          Batuk, bersin, dan muntah
-          Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.










BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A.  PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala:   Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskasn kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda:   Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:   Ketidaknyamanan ringan atau mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pertimbangan rencana pemulangan
DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien rawat jalan). Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.
f. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
- Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau penurunan ketajaman penglihatan
- Mencegah komplikasi
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan Pemulangan
- Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
- Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif
- Komplikasi dicegah atau diminimalkan
- Proses penyakit atau prognosis dan program terapi dipahami

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2.      Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
4.      Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
5.      Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
6.      Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
7.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.


C.  INTERVENSI
1.      Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
a.       Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b.      Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
ü  Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat. Observasi tanda-tanda disorientasi.
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü  Orientasikan klien tehadap lingkungan.
Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
ü  Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator
ü  Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.
2.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
a.       Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
b.      Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
ü  Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien
ü  Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.
ü  Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata
ü  Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.
ü  Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi
3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
ü  Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü  Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü  Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü  Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
ü  Anjurkan klien tidur terlentang
Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.

4.      Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
Tujuan:
Klien tidak terlihat cemas lagi
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
b.      Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
c.       Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.
Intervensi :
ü  Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
ü  Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
ü  Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif
ü  Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.
Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .
ü  Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas
Mengurangi perasaan takut dan cemas.
5.      Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
Tujuan :
Nyeri berkurang / hilang
Kriteria Hasil:
a.       Klien tampak lebih rileks
b.      Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah berkurag / hilang
c.       Skala nyeri adalah 1
Intervensi :
ü  Kurangi tingkat pencahayaan
Pencehayaan lebih rendah pada kondisi post pembedahan akan membantu mengurangi rasa nyeri
ü  Bantu penggunaan kaca mata yang hitam pada cahaya yang terlalu terang
Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator
ü  Kolaborasikan pemberian analagesik
Untuk membantu mengurangi rasa nyeri
6.      Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan :
Klien lebih mampu memenuhi perawatan diri

Intervensi :
ü  Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau- gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
ü  Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.
Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.
ü  Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.
Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
ü  Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
7.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
Tujuan :
Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
Intervensi :
ü  Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar.
Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.
ü  Jaga area kesterilan luka operasi
Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
ü  Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
Mencegah kontaminasi pathogen
ü  Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis
Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica



Tidak ada komentar:

Posting Komentar