Powered By Blogger

Senin, 06 Februari 2012

askep demensia

 BAB I
KONSEP MEDIS
A.    Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
B.    Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
C.    Klasifikasi
•    Menurut Umur:
1.    Demensia senilis (>65th)
2.    Demensia prasenilis (<65th)
•    Menurut perjalanan penyakit:
1.    Reversibel
2.    Ireversibel
•    Menurut kerusakan struktur otak :
Tipe Alzheimer
1.    Tipe non-Alzheimer
2.    Demensia vaskular
3.    Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
4.    Demensia Lobus frontal-temporal
5.    Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
6.    Morbus Parkinson
7.    Morbus Huntington
8.    Morbus Pick
9.    Morbus Jakob-Creutzfeldt
10.    Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
11.    Prion disease
12.    Palsi Supranuklear progresif
13.    Multiple sklerosis
14.    Neurosifilis
•    Menurut sifat klinis:
1.    Demensia proprius
2.    Pseudo-demensia
D.    Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
E.    Patofisiologi
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
1.    Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
•    Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
•    Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
o    Disorientasi
o    gangguan bahasa (afasia)
o    penderita mudah bingung
o    penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
o    Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
•    Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:
o    Penderita menjadi vegetative
o    tidak bergerak dan membisu
o    daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
o    tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
o    kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
o    kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2.    Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:
1.    Kelainan sebagai penyebab Demensia :
•    penyakit degenaratif
•    penyakit serebrovaskuler
•    keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
•    trauma otak
•    infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
•    Hidrosefaulus normotensif
•    Tumor primer atau metastasis
•    Autoimun, vaskulitif
•    Multiple sclerosis
•    Toksik
•    kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
2.    Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
    Gangguan psiatrik :
•    Depresi
•    Anxietas
•    Psikosis
    Obat-obatan :
•    Psikofarmaka
•    Antiaritmia
•    Antihipertensi
    Antikonvulsan
•    Digitalis
    Gangguan nutrisi :
•    Defisiensi B6 (Pelagra)
•    Defisiensi B12
•    Defisiensi asam folat
•    Marchiava-bignami disease
    Gangguan metabolisme :
•    Hiper/hipotiroidi
•    Hiperkalsemia
•    Hiper/hiponatremia
•    Hiopoglikemia
•    Hiperlipidemia
•    Hipercapnia
•    Gagal ginjal
•    Sindromk Cushing
•    Addison’s disesse
•    Hippotituitaria
•    Efek remote penyakit kanker
F.    Manifestasi Klinik
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
    Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut:
1.    Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2.    Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3.    Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4.    Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5.    Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
G.    Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
•    Pembedaan antara delirium dan demensia
•    Bagian otak yang terkena
•    Penyebab yang potensial reversibel
•    Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
•    Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
•    Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
•    Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
•    Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
H.    Penanganan
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.

I.    Terapi
Pertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat senyaman mungkin, dan bantuan pengasuh perlu.
•    Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya
•    Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb.
•    Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar, tanggalan yang angkanya besar
•    Obat:
Nootropika:
1.    Pyritinol (Encephabol) 1 x 100 - 3 x 200 mg
2.    Piracetam (Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
3.    Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
1.    Nimodipine(Nimotop 1- 3 x 30 mg)
2.    Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v./i.m.
3.    Cinnanzine (Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
4.    Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
5.    Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
1.    Tacnne 10 mg dinaikkan lambatlaun hingga 80 mg. Hepatotoxik
2.    Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x /hari
3.    Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
4.    Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
5.    Memantine 2 x 5 mg 10 mg

J.    Pencegahan & Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1.    Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2.    Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3.    Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
o    Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
o    Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
4.    Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.












BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
•    Aktivitas/ istirahat
Gejala    : merasa lelah  
Tanda    : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi : penurunan minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/mengikuti acara program televise.
Gangguan keterampilan motorik, ketidak mampuan untuk melakukan hal yang telah biasa dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
•    Sirkulasi
Gejala    : riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik, hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
•    Integritas ego
Gejala    : curiga/takut terhadap situasi/orang khayalan.
Kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang.
Kehilangan multiple, perubahan citra tubuh da harga diri yang dirasakan.
Tanda    : menyembunyikan ketidak mampuan (banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya).
Emosi labil; mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba diungkapkan.
•    Eliminasi
Gejala    : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot).
Tanda    : inkontinensia urin/feses; cenderung konstipasi/impaksi dengan diare.
•    Makanan/cairan
Gejala    : riwayat hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
Perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan.
Kehilangan berat badan.
Tanda    : kehilangan kemampuan untuk mengunyah.
•    Hygiene
Gejala    : perlu bantuan/tergantung pada orang lain.
Tanda    : tidak mampu mempertahankan keterampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk.
Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk buang air, atau tidak dapat menemukan kamar mandi.
Lupa tentang waktu makan; ketergantungan pada orang lain untuk memasak dan menyiapkan makanan dimeja, makan, menggunakan alat makan.
•    Neurosensori
Gejala    : gambaran yang kabur, kelelahan, pusing/sakit kepala.
Adanya keluhan dalam penurunan kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu.
Tanda    : kerusakan komunikasi, kesulitan dalam menemukan kata-kata yang benar, bertanya berulang-ulang.
•    Kenyamanan
Gejala    : adanya riwayat trauma kepala yang serius
Tanda    : rasa bermusuhan/ menyerang orang lain.
•    Interaksi social
Gejala    : merasa kehilangan kekuatan.
Tanda    : kehilangan control social, perilaku tidak tepat.

B.    Diagnosa keperawatan

1.    Perubahan proses pikir : pikun/pelupa berhubungan dengan degenerasi neuron ireversibel.
2.    Resiko cedera : jatuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.

C.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa I Perubahan proses pikir : pikun/pelupa berhubungan dengan degenerasi neuron ireversibel.
•    Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan :
Agar pasien mampu:
a.    Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan tempat
b.    Melakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.

Criteria hasil :
    Mampu mengenal orang sekitarnya
Intervensi :
1.    Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.
2.    Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
3.    Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat
4.    Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
5.    Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.
6.    Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
7.    Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
8.    Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
9.    Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
10.    Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
11.    Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.

•    Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
a.    Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat
b.    Menyediakan saran yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas
c.    Membantu pasien dalam melakukan aktiftas sehari-hari.
Intervensi :
1.    Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien
2.    Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
3.    Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
4.    Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh pasien
5.    Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
6.    Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
7.    Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
8.    Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
9.    Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
Diagnosa II Resiko cedera : jatuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
•    Tindakan pada pasien
Tujuan :
a.    Pasien terhindar dari cedera
b.    Pasien mampu mengontrol aktifitas yang dapat mencegah cedera.
Criteria hasil :
    Aktivitas sehari – hari tidak terganggu lagi.
    Dapat mengenali lingkungan sekitar.
Intervensi :
1.    Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana
2.    Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong
3.    Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
•    Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
Keluarga mampu:
a.    Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
b.    Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah cedera
Intervensi :
1.    Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
2.    Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang rendah
3.    Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau aktivitas harian yang dilakukan
D.    Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang dilakukan, dapat dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
     Perubahan proses pikir : pikun/pelupa berhubungan dengan degenerasi neuron ireversibel.
Kemampuan pasien:
1.    Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar
2.    Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal
3.    Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini
4.    Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadual
5.    Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan
Kemampuan keluarga:
1.    Mampu membantu pasien mengenal waktu temapt dan orang
2.    Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan jam besar
3.    Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
4.    Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian
     Resiko cedera : jatuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
Kemampuan pasien:
1.    Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera
2.    Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah cedera
3.    Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan
Kemampuan keluarga
1.    Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada pasien
2.    Menyediakan pengaman di dalam rumah
3.    Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien
4.    Selalu menemani pasien di rumah
5.    Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien





Tidak ada komentar:

Posting Komentar